Belajar dari Kematian Santri Gontor

395 views

Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo adalah lembaga pendidikan Islam (baca: pesantren) yang memiliki reputasi luar biasa. Lembaga pesantren ini begitu masyhur bukan saja di Indonesia tetapi bahkan sampai ke luar negeri. Hal ini tentu akan menjadi sorotan yang sangat riskan ketika terjadi sesuatu yang di luar kewajaran. Dan ini adalah kematian seorang santri yang tidak wajar karena diduga terjadi penganiayaan hingga sampai menyebabkan meninggal dunia.

AM adalah inisial santri di PP Gontor Ponorogo. Menjadi viral dan menjadi perbincangan publik setelah meninggal dunia di saat melaksanakan kegiatan Perkemahan Kamis-Jum’at (Perkajum). Awalnya pihak pondok mengatakan bahwa AM meninggal dunia karena kelelahan setelah mengikuti perkemahan. Namun, setelah ditelusuri lebih jauh dan terindikasi adanya tindakan kekerasan, kemudian pihak pondok mengubah pernyataannya. Ibu AM, Soimah, menyesalkan pihak pondok yang inkonsisten dalam menjelaskan kematian anaknya.

Advertisements

Takdir dan Ajal

Di dalam Al-Quran, Allah swt berfirman, “Setiap yang bernyawa tidak akan mati melainkan atas izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya,” (QS. Ali Imran: 145). Takdir mengenai kematian sebenarnya telah ditentukan jauh sebelum seseorang dilahirkan. Allah menuliskannya di lauhul mahfudz lengkap dengan waktu dan sebab kematiannya. Sehingga, tidak ada satupun makhluk yang bisa lari darinya.

Namun demikian, dalam kehidupan dapat dipastikan terjadinya sebab akibat. Termasuk dalam hal kematian AM, karena adanya sebab-sebab yang mengawali sehingga ia harus menjemput ajal. Dan sebab inilah yang kemudian berimplikasi terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. Bahwa seseorang yang menyebabkan orang lain meninggal dunia, apapun alasan dan persoalannya maka harus dipertanggungjawabkan.

Seharusnya pihak pondok melaporkan dugaan terjadinya penganiayaan hingga menyebabkan kematian kepada kepolisian. Biar aparat yang berwenang menyelidiki penyebab kematian AM dan menentukan hukum yang sesuai dengan tindak pidana. Tetapi bisa sangat niscaya bahwa pihak pondok sedang panik dan ingin menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan. Namun yang terakhir ini akan berakibat pada persoalan hukum lainnya, yaitu dianggap telah melampaui wawenang aparat yang semestinya.

AM telah menemui Robbnya. Dan ia tidak akan kembali ke dunia apapun yang kita dilakukan. Setidaknya semua pihak legowo dan menerima ini semua sebagai sebuah takdir. Persoalan hukum tetap menjadi tanggung jawab kepolisian. Tentu saja mediasi antar keluarga menjadi jalan tengah yang akan menjadikan persoalan menemukan muaranya.

Sebuah Pelajaran

Pelajaran yang dapat diambil dari kejadian ini adalah bahwa pimpinan pondok tidak seharusnya menyerahkan penuh kepada senior. Karena sikap senioritas terkadang menyebabkan persoalan yang tidak diketahui oleh pimpinan. Seorang pengasuh pondok tetap wajib memantau setiap kegiatan yang diadakan di lingkungan pondok. Sehingga hal-hal yang tidak kita inginkan tidak terjadi. Penganiayaan terhadap yunior kebanyakan disebabkan oleh senioritas yang tidak beradab.

Demikian juga dengan jajaran pengasuh pondok tidak boleh menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya. Karena transparansi persoalan akan lebih lugas untuk dicarikan solusi, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Menyembunyikan kenyataan sama halnya dengan membangun sikap dusta. Sedangkan kedustaan itu sendiri merupakan tindakan yang diharamkan menurut konsep dan kaidah Islam.

Hal lain yang perlu diperhatikan juga sebagai pelajar bagi kita adalah lebih berhati-hati dalam melaksanakan suatu kegiatan. Kehati-hatian yang dimaksud adalah tidak sepenuhnya membiarkan santri melakukan kegiatan tanpa adanya pendamping yang memiliki karisma dan komitmen untuk kebaikan pondok. Karena jika terjadi pembiaran dalam arti tanpa adanya pendampingan yang seharusnya, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Termasuk bulliying, perundungan, dan tindakan makar di luar nalar sebagaimana terjadi terhadap santri di Pesantren Gontor Ponorogo.

Saling Memaafkan

Tindakan refresif yang dilakukan santri senior terhadap yunior sebagaimana terjadi di Pesantren Gontor jangan sampai terulang lagi. Cukuplah kejadian ini menjadi pelajaran karena pada hakikatnya tidak diinginkan terjadinya petaka yang sampai menewaskan seorang santri. Sebagaimana diungkapkan oleh perwakilan Pesantren Gontor, Noor Syahid, pada saat klarifikasi kejadian yang sebenarnya. Pihak pesantren menyayangkan terjadinya petaka hingga menewaskan AM.

“Kalau dengan keluarga kita baik -baik terus bagaimana pun pihak pelaku dan korban adalah santri Gontor juga, Gontor semaksimal mungkin (membantu) untuk saling memaafkan,” jelas Noor Syahid. Kemudian melanjutkan, “Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa yang berujung pada wafatnya almarhum. Dan sebagai pondok pesantren yang concern terhadap pendidikan karakter anak, tentu kita semua berharap agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” demikian ungkap Noor.

Mediasi terhadap kedua keluarga seharusnya dicarikan jalan keluar yang saling merelakan. Bukan kemudian lepas dari persoalan hukum, namun yang terpenting bahwa penyelesaian ini harus dilakukan dengan sepenuh hati. Jangan sampai masih menyisakan dendam dan saling memendam perasaan yang bernilai negatif. Karena saling memaafkan merupakan bagian prinsip kemanusiaan yang diabsahkan oleh Hadis Rasulullah saw.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. رواه مسلم وغيره

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat).” (HR. Muslim)

Hadis di atas menjelaskan bahwa memaafkan kesalahan orang lain akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah swt. Maaf dan memaafkan adalah dua hal yang saling berimplikasi terhadap hubungan sosial kemanusiaan. Dalam Hadis yang lain, disabdakan oleh Rasulullah saw:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( أفضل الإيمان الصبر و السماحة )) (صحيح) (فر،تخ،حم)

Artinya: “Rasulullah ﷺ bersabda, “Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada.” (HR. Bukhari dan Ad-Dailami)

Demikian juga masih terkait dengan maaf memaafkan, diriwayatkan oleh At-Tabrani, Rasulullah saw bersabda,

اسمحوا يسمح لكم

Artinya: “Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah).” (HR. At-Thabrani)

Demikianlah sedikit ulasan terkait dengan kasus yang sedang menimpa saudara kita, santri di Pesantren Gontor. Semoga para santri yang ada di pesantren modern ini, termasuk juga jajaran pengasuh dan pengurus pesantren diberi ketabahan, kesabaran, untuk mendapatkan jalan keluar dari persoalan yang sangat pelik ini.

Tidak ada sedikit pun dari penulis untuk campur tangan, intervensi terhadap penegakan hukum yang ada. Tulisan ini murni sebagai bentuk kegelisahan dan ikut berbela sungkawa atas takdir yang telah menempa saudara santri kita. Semoga AM mendapatkan tempat yang indah, surga yang diidamkan oleh setiap umat Islam. Serta keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kesabaran dan ketabahan untuk merelakan AM kembali ke pangkuan Ilahi. Wallahu A’lam! 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan