Memasuki Ramadan hari ke-25, Jumat, 07 Mei 2021, alumni Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep, Madura, melaksanakan buka puasa bersama. Acara ini sedianya merupakan rangkaian acara Ngaji Kitab Riyadhus Shalihin yang diadakan setiap bulan, pada Jumat pertama setiap bulannya. Terkait dengan kondisi bulan puasa, maka kemudian acara ini diselenggarakan dengan judul “Buka Puasa Bersama dan Berkah Ramadan.”
Sebagaimana biasa, kegiatan bulanan ini diampu oleh KH A Hanif Hasan, salah satu pengasuh di Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa Utara. Acara ini, sesuai undangan, dimulai pada pukul 16.00 WIB yang diawali dengan pembacaan surat yaasiin. Dalam niat awal sesaat sebelum pembacaan surat yaasiin, Ustaz Qamari sebagai pimpinan, membacakan tabarruk yang ditujukan kepada Nabi dan para sesepuh dan pendiri Pesantren Annuqayah. Setelah pembacaan yaasiin dilanjutkan dengan pembacaan tahlil. Berikutnya adalah tausiyah terkait dengan berkah Ramadan dan hikmah puasa.
Dalam tausiyah, Kiai Hanif Hasan menyampaikan bahwa muhasabah diri terkait pelaksanaan ibadah puasa merupakan hal yang sangat penting. Sebab, ibadah puasa dapat dimaknai secara lahiriyah dan batiniah. “Muhasabah diri terkait dengan pelaksanaan ibadah puasa merupakan hal yang sangat urgen, baik secara zahir maupun batin,” demikian Kiai Hanif menjelaskan. Artinya, penilaian terhadap diri sendiri terkait denga ibadah puasa diperlukan agar lebih waspada agar tidak terjadi suatu perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa.
Selanjutnya, terkait dengan hikmah puasa, Kiai Hanif menjelaskan sebuah hadis, bahwa berpuasa di bulan Ramadan dengan iman dan ikhlas (ihtisaban), maka dosa-dosa yang telah lalu akan diampuni oleh Allah. Rasulullah bersabda, “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan secara iman dan ikhlas, maka akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menyinggung ajaran Islam, Kiai Hanif menjelaskan bahwa ada tiga pokok ajaran Islam yang harus kita ketahui. Pertama, iman, yaitu percaya dengan sepenuh hati dibenarkan oleh hati dan diucapkan dengan lisan sehubungan dengan rukun iman yang enam. Kedua, Islam, yaitu hal-hal yang terkait dengan syariat.
Di dalam syariat Islam telah ditentukan bagaimana hubungan dengan Allah (hablumminallah) dan bagaiaman hubungan dengan manusia (hablumminannas). Termasuk, bagaimana hubungan kita dengan alam sekitar. Ketiga, ihsan, adalah perbuatan baik yang diperbuat manusia demi kemaslahatan hidup dan keharmonisan lingkungan. Dalam syariat Islam, disebutkan bahwa ihsan adalah segala bentuk perbuatan manusia (ibadah) yang seakan-akan melihat Allah dan jika tidak, maka sesungguhnya Allah melihatnya.
“Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” demikian Kiai Hanif mengutip QS. Al-Baqarah: 208. Masih menurut Kiai Hanif, kita seharusnya masuk Islam itu secara totalitas (kaffah). Artinya melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya secara benar tanpa adanya maksud dan tujuan yang terselubung. Sebab, jika masih ada tujuan-tujuan lain di luar hakikat Islam itu sendiri, itu artinya kita masuk Islam tidak secara totalitas. Hal ini akan mempengaruhi keimanan kita dan kualitas keislaman yang tidak sempurna.
Di bagian lain Kiai Hanif juga menjelaskan bahwa puasa merupakan hifdzunnafsi (menahan hawa nafsu). Artinya, kita harus menjaga nafsu kita jangan sampai terjadi perbuatan yang melanggar aturan Allah. Semisal ghibah, menurut Kiai Hanif, seringkali terjadi dengan sangat ringan dan gampang. Padahal dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa ghibah (membicarakan kejelekan orang lain) bagaikan makan bangkai saudaranya sendiri. Itu artinya kita disuruh untuk berhati-hati terhadap perbuatan ghibah tersebut. Akibat dari ghibah adalah malapetaka yang akan terjadi dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Di akhir tausiyah, Kiai Hanif menyitir sebuah ayat, “Dan apabila Kami berikan nikmat kepadanya, dia berpaling dan menjauhkan diri (dengan sombong), tetapi apabila ditimpa malapetaka, maka dia banyak berdoa.” (QS. Fusshilat: 51). Ayat ini menjelaskan bahwa tabiat (karakter) menusia hanya ingin enaknya saja. Saat diberikan nikmat, lupa untuk bersyukur. Saat diberikan musibah berkeluh kesah dan doa begitu membahana seakan tidak pernah diberi nikmat sedikitpun. Maka sebagai manusia beriman sudah selayaknya kita bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah, dan kita harus sabar atas ujian dan musibah yang ditimpakan kepada kita.
Itulah beberapa hikmah Ramadan yang disampaikan oleh Pimpinan PP Annuqayah Daerah Lubangsa Utara (dulu bernama daerah Nirmala) menjelang buka puasa. Beberapa menit sebelum beduk maghrib terdengar, acara ini diakhiri dengan pembacaan doa oleh Kiai Hanif sendiri. Dilanjutkan dengan takjil (minuman ringan sekadar membatalkan puasa), kemudian melaksanakan salat maghrib berjamaah. Setelah salat jamaah maghrib, kemudian alumni Annuqayah dan Kiai Hanif buka puasa bersama. Sebuah kebersamaan yang sangat dirindukan, karena alumni sudah lama tidak bersua dengan Kiai Hanif yang saat di pesantren telah memberikan khazanah ilmu keagamaan.
Harapannya, semoga kebersamaan ini tetap terjalin begitu intens, bahkan sebuah kebersamaan yang diinginkan saat kita semua menuju hadirat Allah. Aamiin ya Robb!
Wallahu A’lam bis Shawab!
Sumenep, 25 Ramadan 1442 H.