Baru awal tahun 2024, Indonesia berduka kehilangan salah satu putra terbaik bangsa, sosok ulama penyejuk nan karismatik, KH Abdul Syakur Yasin atau biasa dikenal Buya Syakur. Buya Syakur tutup usia pada Rabu (17/1/2024) pukul 01.30 dinihari. Dengan kepergiannya tentu meninggalkan duka mendalam karena begitu besar kontribusi yang telah diberikan. Buya Syakur mendorong pengembangan laku spiritualitas dan intelektualitas.
Buya Syakur wafat pada usia 75 tahun. Semasa hidupnya, rasa antusias yang dimiliki tak pernah surut untuk terus belajar, mengajar, dan menyebarluaskan ilmu-ilmu yang dimilikinya. Boleh jadi, hal yang mendasari berakar dari sebuah keinginan pribadi yang berkomitmen mewakafkan diri pada umat. Masyarakat sekitar senantiasa diberi asupan kerohaniahan, supaya bertindak sebagaimana mestinya kodrat manusia.
Pengembara Ilmu
Menjadi masyhur dan tersohor tidak tercipta secara instan. Inilah seperti yang tercermin pada diri KH Abdul Syakur Yasin. Sejak kecil Buya Syakur digembleng sebagai pengembara ilmu. Adalah kedua orang tua; KH Moh Yasin Ibrohim dan Nyai Hj Zaenab, yang berperan dalam proses doktrinasi sikap disiplin dan etos belajar (menuntut ilmu) tinggi.
Buya Syakur memulai pendidikannya dari bangku dasar di SD Darul Hikam Cirebon. Setelah tamat, pilihan jatuh dengan masuk melanjutkan ke Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Babakan Ciwaringin. Buya Syakur menghabiskan masa remajanya di pesantren dengan berkhidmah secara totalitas (1958-1971). Semasa inilah, titik pengembangan keilmuan mulai mengkristal. Semua ilmu-ilmu Agama yang dihidangkan guru-guru dimakan habis oleh Buya Syakur.
Bersamaan itu, Buya Syakur juga tidak menegasikan aspek pendidikan formalnya. Buya bersekolah dan berhasil menamatkan masing-masing di MTs Babakan Ciwaringin, dan setelahnya di MA Babakan Ciwaringin. Inilah yang cukup membuat saya decak kagum. Pasalnya, pada tahun 1960-an kala itu akses pendidikan cukup sulit dijangkau. Buya Syakur, dengan berbagai cara tetap mengusahakan, dan ketika dikasih kesempatan, ia tidak menyia-nyiakan untuk menggali semua ilmu.
Setelah 13 tahun berkhidmah di peantren, Buya Syakur bersiap untuk abroad, melanjutkan studinya ke luar negeri. Ada beberapa destinasi pendidikan tinggi yang ingin disasar. Dari studi di Timur Tengah hingga Eropa. Pada tahun 1971, Buya Syakur berhasil masuk di Al-Azhar, Kairo, Mesir. Buya lulus, setelah mampu menyelesaikan tugas akhir atau skripsi dengan judul, “Kritik Sastra Objektif terhadap Karya Novel-novel Yusuf as-Siba’i (Novelis Mesir)”.