Lebih dari satu tahun saya bergabung dengan situs web duniasantri.co, menjadi bagian dari author atau kontributor. Selama itu pula saya mulai menjadi penulis yang semakin percaya diri. Percaya diri dengan tulisan-tulisan sendiri dan kemampuan menulis yang dimiliki. Percaya diri bisa menjadi penulis yang memberikan manfaat kepada orang banyak, utamanya kepada pembaca.
Saat ini santri memiliki dimensi yang lebih luas. Artinya tidak hanya stagnan pada satu keilmuan saja, yaitu agama. Meskipun, beberapa pesantren rupanya masih menganut sistem dikotomi, namun sebagian besar sudah mulai percaya diri memasukkan keilmuan-keilmuan lain, seperti ilmu umum. Dari sanalah, santri yang awalnya dipandang sebagai pelajar yang kolot, mulai membuktikan eksistensinya.
Oleh karena itu, santri yang sekarang mungkin sudah pakar dalam bidang yang beragam, juga harus mampu beradu dalam ruang publik. Ilmu yang sudah dan sedang dipelajari tentunya bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, setidaknya disampaikan dalam berbagai bentuk, entah dengan secara lisan atau tulisan. Hal ini juga bisa menjadi ikhtiar santri dalam mengenalkan diri ke ruang publik, juga menyelamatkan publik dari keilmuan dan paham yang masih belum jelas.
Salah satu cara untuk mengekspresikan itu semua adalah dengan menulis. Eksistensi santri akan lebih mendominasi dengan tulisan-tulisan yang diciptakan. Sebab, selain cara untuk menjadi abadi (sebagaimana pernah dikatakan Pramoedya Ananta Toer), dalam kondisi saat ini, tulisan juga menjadi senjata yang bisa digunakan untuk menghalau beragam argumen yang kurang jelas (tentunya dengan menggunakan data dan referensi yang lebih meyakinkan), khususnya di media sosial.
Situs web duniasantri.co selama ini setidaknya sudah menjawab semua persoalan itu. Dengan web duniasantri.co, para santri bisa mendapatkan kesempatan yang berharga. Kontributor yang sebagian besar atau mayoritas berasal dari kalangan santri bisa memiliki wadah untuk mengekspresikan segala bentuk pemikiran dan perasaannya melalui beberapa genre, seperti opini, puisi, cerpen, dan humor.
Tentunya hal tersebut merupakan sokongan luar biasa bagi nalar kritis para santri yang memang seharusnya dipresentasikan, salah satunya melalui tulisan. Sekaligus, dengan media yang semoga terus meniti pada puncak karier ini, antar-santri dari lintas kota, pulau, bahkan dari lintas suku, budaya, dan bahasa yang berbeda bisa terkoneksi di sini. Artinya, di media ini, kesempatan yang didapat bukan sekadar kesempatan menulis, melainkan juga bisa menambah relasi dengan berbagai penulis yang sudah memiliki jam terbang tinggi, penulis yang sudah menciptakan buku-buku bagus, penulis yang sudah banyak dikenal melalui karya-karyanya, dan penulis hebat lainnya yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara.
Setidaknya ada beberapa hal yang bisa didapatkan dan dirasakan ketika menjadi bagian dari media ini. Pertama, bisa menampakkan eksistensi. Keberadaan santri dan euforia pesantrennya saat ini adalah keniscayaan. Santri tidak lagi dianggap sebagai kaum kolot yang memiliki keterbatasan keilmuan. Lebih dari itu, rupanya santri juga menjadi salah satu elemen penyokong perubahan, utamanya dalam aspek ilmu dan pendidikan.
Dengan media duniasantri, santri bisa lebih giat mengekspresikan diri dengan ekspresinya masing-masing dalam dunia tulisan. Media ini juga dipelopori oleh mayoritas bahkan hampir keseluruhan anggota yang berlatar belakang dunia pesantren. Sehingga, dengan cara demikian, santri akan semakin eksis dengan argumen-argumennya yang segar. Media ini tak pernah alpa dari anggota baru yang terus saja bermunculan, dari yang awalnya puluhan, menjadi ratusan bahkan ribuan. Perlu diingat kembali, seluruh tim redaksi dan nyaris semua anggotanya adalah santri.
Kedua, menjadi media kritis yang bisa membasmi hama atau isu yang tidak jelas. Beberapa kerusakan berpikir saat ini, salah satu lakonnya bisa berasal dari media, postingan, dan tulisan-tulisan yang tidak jelas. Tidak jelas kebenaran dan sumbernya, tidak jelas apa referensi yang digunakan. Sehingga, publik memerlukan media khusus untuk bisa menglarifikasi segala isu yang terjadi.
Merespon itu semua, beberapa media-media yang bersifat moderat, kritis, dan memiliki sumber yang jelas hadir di tengah-tengah masyarakat, sebut saja; NU Online (media keislaman terpopuler), Iqra.id, Alif.id, dan masih banyak lagi. Dan, duniasantri.co kemudian menjadi bagian dari media-media moderat tersebut. Tidak lain, salah satu ikhtiarnya adalah untuk menyelamatkan publik dari pemahaman yang kurang benar.
Ketiga, media yang loyal bagi saku penulisnya. Satu tahun menjadi penulis di media duniasantri.co adalah kebahagiaan tersendiri. Saya bisa menikmati status saya sebagai mahasiswa, santri, sekaligus menjadi penulis lepas dalam seketika. Media ini sangat loyal terhadap para authornya. Bagaimana tidak? Satu buah tulisan yang berhasil terbit dihargai dengan honor yang sepadan dan bahkan lebih dari cukup.
Sedikit bercerita, sampai saat ini (dalam waktu setahun) hasil honor yang saya dapatkan tidak sedikit. Bisa untuk membeli kitab Syarah Rawaiul Bayan atau bahkan kitab Lisanul Arabiy yang terkenal mahal di kalangan santri. Itupun, masih ada sisa kembalian. Keren bukan? Wassalam…