Agustus lalu, dalam pidato terakhirnya pada Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Senayan, Presiden Joko Widodo menyampaikan urgennya persatuan dalam mencapai Indonesia Emas 2045.
“Saya yakin dan percaya,” katanya, “dengan persatuan dan kerja sama kita, dengan keberlanjutan yang terjaga, Indonesia sebagai negara yang kuat dan berdaulat akan mampu melompat dan mengapai cita-cita Indonesa Emas di tahun 2045.”
Sebagai skenario positif yang dirancang sedemikian rupa, “Indonesia Emas 2045” memang diamini dan diimani banyak orang, termasuk Presiden sebagaimana dalam pidato terakhirnya itu. Dengan segala spekulasinya, terlihat ada ‘semacam’ harapan besar di hati dan benak masyarakat akan terwujudnya visi untuk perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia itu.
“Meyakini Indonesia Emas 2045 adalah bentuk optimisme kita,” ucap seorang teman. Mereka yang tidak percaya akan keberhasilan Indonesia di 2045, menurut dia, adalah orang-orang yang pesimis dan putus asa. “Sering dikecewakan pemerintah kita selama ini,” ledeknya sembari tertawa.
Optimisme atau pesimisme, sejatinya tidak begitu relvan dan subtantif perihal memilih percaya atau tidak terhadap “keemasan” Indonesia di 2045 mendatang.
Faktanya, mereka yang percaya dan mengklaim dirinya optimis juga tidak sepenuhnya mengerti definisi, urgensi, dan apa sebenarnya dampak konkrit “Indonesia Emas 2045” itu. Bahkan, dalam seminar, kajian, forum diskusi, orasi-orasi, atau perbincangan-percakapan di sudut-sudut tak terliput, penggunaan istilah itu lebih karena ia telanjur sering terdengar (baca: tereksploitasi), bukan karena seutuhnya dipahami.
Barangkali benar kata Sabrang Mowo Damar Panuluh, bahwa optimistime cenderung menutupi ketidaktahuan. Harapan yang teramat tinggi dan menggebu-gebu, misalnya, seringkali mengesampingkan pemahaman yang mendetail, dan menyeluruh. “Kita harus menatap masa depan dengan realistis,” katanya. Realistis adalah ‘jalan tengah’ antara optimis dan pesimis. Demikian, Indonesia Emas 2045 sedianya didudukkan, diperhitungkakn secara realistis.
Bukan soal optimis atau pesimis, merenung-insafi Indonesia Emas 2045 secara realistis adalah meletakkannya pada etalase paradigmatis-filosofis. Tidak saja membaca peluang dan tantangan yang penuh hitung-hitungan, tetapi juga berupaya mensarikan filosofi, esensi, dan maknanya secara mendalam.