KH Hanif Muslih, Mursyid yang Suka Menulis

233 views

Inna lillahi wainnaa ilaihi raajiuun. Salah satu ulama terbaik negeri ini berpulang. KH Muhammad Hanif Muslih, Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Demak, Jawa Tengah, wafat pada Kamis (10/12/2020) sekitar pukul 13.50 WIB. Ia kemudian dimakamkan kompleks pemakaman keluarga di Pesantren Futuhiyyah.

Selain menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, Kiai Hanif Muslih juga dikenal sebagai Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah. Yang menarik, semasa hidup, di sela kesibukannya mengasuk pondok dan memimpin tarekat, Kiai Hanif juga gemar menulis buku. Bukunya bernas dalam mendukung amaliyah nahdliyin. Bahkan, dalam beberapa bulan terakhir, Kiai Hanif masih mengurusi penulisan buku manaqib almarhum KH Muslih, ayahnya sendiri, yang dilakukan oleh alumni Pesantren Futuhiyyah.

Advertisements

Disarikan dari berbagai sumber, meskipun putra dari seorang kiai besar, Kiai Hanif Muslih harus menempuh jalan yang panjang sebelum mengasuk pondok dan menjadi mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah. Ia, yang lahir pada Desember 1955 di Mranggen, merupakan anak keempat dari sebelas bersaudara. Ayahnya adalah KH Muslih Abdurrahman, ulama besar pada era 1950-an yang wafat pada 1981.

Sebagai anak seorang kiai, ia memulai belajar di lingkungan pesantren yang diasuh ayahnya. Namun, saat kelas 3 Madrasah Aliyah, ia diajak kakak iparnya, KH Muhammad Ridwan untuk menunaikan ibadah haji. Saat berada di Mekkah, ia menerima surat dari sang ayah untuk tetap tinggal dan menuntut ilmu di Tanah Suci.

Di Tanah Suci, Kiai Hanif tinggal di rumah sang syekh. Di sanalah, saban hari ia mengikuti pengajian Tafsir Ibnu Katsir di Babussalam, Masjidil Haram. Gurunya adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Pada 1977, ia melanjutkan studi di Universitas Madinah dengan mengambil jurusan Bahasa Arab.

Saat ayahnya wafat pada 1981, Kiai Hanif kembali ke Tanah Air dan, bersama kakaknya, Kiai Luthfi, ikut mengasuh Pesantren Futuhiyyah Mranggen. Namun, ia belum bersedia berbaiat untuk aktif di Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah. Bahkan, tawaran itu sudah disampaikan ayahnya ketika masih kuliah di Madinah. Namun, ia merasa belum siap.

Akhirnya, pada 2003, tepat dua tahun sebelum Kiai Luthfi wafat, ia tak bisa menolak lagi saat sang kakak membaiatnya. Maka, setelah kakaknya meninggal, Kiai Hanif pun menjadi mursyid dan memimpin Tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah.

Rajin Menulis

Selain mengasuh pondok dan memimpin tarekat, Kiai Hanif juga rajin menulis dan menerjemahkan kitab. Al-Futuhat Ar-Robaniyah, misalnya, adalah buku tarekat karya KH Muslih Abdurrahman Al-Maroqy yang diterjemahkannya. Adapun, buku pertama yang ditulisnya tentang tahlilan. Buku ini ditulisnya setelah ia memperoleh pertanyaan seorang temannya tentang hal ikhwal tahlilan.

Setelah itu, ia kemudian banyak menulis tentang amaliyah yang biasanya dilakukan warga nahdliyin yang sering disoal oleh kalangan di luar nahdliyin. Misalnya, soal jumlah rakaat salat taraweh atau tawasul. Dalam menulis buku, Kiai Hanif melakukan pengkajian dan penelusuran hingga ke sumber-sumber terjauh secara komprehensif.

Dari pengkajian dan penelusurannya itulah Kiai Hanif Muslih sampai pada kesimpulan bahwa kalangan yang mempertanyakan amaliyah nahdliyin biasanya hanya mengutip dalil atau pendapat ulama terdahulu secara sepotong-sepotong, tidak utuh. Sehingga, seakan-akan amaliyah nahdliyin itu salah atau bidah.

Adapun, warga nahdliyin sendiri, menurutnya, memang memiliki kelemahan: asal melaksanakan ajaran atau perintah kiai, tanpa mau repot-repot mencari-cari sendiri dalilnya, dasar hukumnya. Sehingga, kesannya yang muncul adalah taqlid buta. Dengan buku-buku yang ditulisnya, diharapkan warga nahdliyin paham benar dasar humum amaliyah yang dijalankannya.

Itulah wariran Kiai Hanif Muslih, semoga menjadi amal jariyahnya. Lahul Fatihah

Multi-Page

One Reply to “KH Hanif Muslih, Mursyid yang Suka Menulis”

Tinggalkan Balasan