Bakti KH Asep Saifuddin Chalim tak cuma tercurah pada pesantren yang dirintisnya, Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto, tapi juga pada masyarakat luas. Melalui Asep Saifuddin Chalim (ASC) Foundation, Kiai Asep, sapaannya, akan berbuat untuk kemajuan masyarakat bangsa Indonesia.
Kiai Asep mendeklarasikan pendirian lembaga barunya, ASC Foundation, di Guest House Institut KH Abdul Chalim Pacet Mojokerto Jawa Timur, Rabu (24/2/2021) sore. Sejumlah kalangan hadir dalam deklarasi tersebut.
Pendirian ASC Foundation ini oleh Kiai Asep diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi para konglomerat sekaligus menjadi referensi nasional dalam berpartisipasi membangun Indonesia ke depan. Meskipun dideklarasikan di Mojokerto, ASC Foundation diniatkan untuk berkiprah di tingkat nasional.
“Saya ingin foundation juga ini menjadi referensi bagi kabupaten-kabupaten lain dalam membangun masyarakat di wilayahnya masing-masing,” katanya.
Kiai Asep menyadari, dirinya bukan tergolong sebagai orang yang super kaya, konglomerat, atau triliuner. Namun, itu tak membuatnya menjadi penghalang untuk membantu menyejahterakan masyarakat.
“Kalau di Mojokerto mungkin saya konglomerat nomor 10. Tapi kalau di Indonesia saya nomor satu juta,” kata Kiai Asep sembari tertawa, seperti dikutip bangsaonline.com. Namun, imbuhnya, ia tak mau kalah dalam bersedekah dan membantu pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di mata Kiai Asep, ada empat pilar negara dan bangsa bisa makmur. Pertama, jika birokrat selaku pelaksana pemerintahan mengamalkan ilmu para ulama dan ilmuwan. Kedua, pemerintah yang adil. Ketiga, konglomerat yang peduli terhadap masyarakat. Keempat, orang miskin yang selalu mendoakan pemimpinnya.
“Kalau konglomerat loman, suka bersedekah, para buruh, orang miskin tak akan demo. Mereka justru mendoakan para pemimpinnya,” katanya.
Dalam skala lokal, Kiai Asep akan membawa ASC Foundation secara intensif memonitor berbagai fenomena sosial dan memberikan solusi. Paling tida, jangan sampai ada anak-anak di Mojokerto tidak sekolah karena tak punya biaya.