Sebuah buku dengan judul Aku, Buku, dan Peradaban: Transformasi Pesantren Melalui Penguatan Literasi, adalah kumpulan teks visual pesantren oleh para santri. Melalui buku ini, kita dibawa pada dunia teks (literasi) yang tumbuh-kembangnya di dunia pesantren. Realitasnya, pesantren adalah lembaga keagamaan, konvensional, dan tradisional yang telah melakukan gerakan literasi secara massif. Literasi yang dimaksud adalah dimensi iqra’ sebagaimana yang dimaksud oleh al-Quran dan Hadits.
Literasi tidak terbatas pada baca tulis semata. Akan tetapi, literasi mempunyai makna menyeluruh yang menurut bahasa Masdar Hilmy (Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, di dalam pengantar buku ini) bahwa “lebih dari itu, tradisi literasi mensyaratkan adanya keterlibatan nalar yang bertugas mencerna, mengolah, dan mengkritisi berbagai hal yang dianggap cocok atau tidak cocok dengan kebutuhan dasar sebuah peradaban.” (hal. iv).
Masih menurut Masdar Hilmy, setidaknya ada tiga syarat yang harus dimiliki untuk kemampuan literasi. Pertama, kecakapan resepsi, yaitu kemampuan untuk menerima segala sesuatu (yang bermanfaat) yang berasal dari eksternal. Kedua, kemampuan produksi, yaitu kemampuan untuk mencipta segala bentuk narasi ke dalam bentuk deskripsi agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan. Ketiga, kecakapan nalar publik untuk dapat berperan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sementara, menurut Nurchasanah Satomi (Pakar Kajian Asia Tenggara Kyushu International University, Jepang, juga dalam pengantar buku ini) mengungkapkan bahwa buku ini banyak menyebut kitab kuning sebagai ciri khas pesantren (hal. ix). Kitab kuning sebagai tradisi pesantren semacam kebutuhan pokok dan wajib adanya. Hal ini menjadi keniscayaan bahwa sebuah pondok pesantren selalu hadir dengan kajian-kajian kitab konservatif ini. Namun pada akhirnya, dengan mengaji dan mengkaji kitab kuning, nalar santri akan dibawa kepada realitas hidup yang ada.
Buku ini secara keseluruhan membincang situasi pesantren. Tentang aktivitas kepesantrenan, kaitannya dengan penguatan literasi. Memang, sejak saya nyantri dulu di Pondok Pesantren Annuqayah, dari bangun tidur hingga tidur lagi tidak lepas dari kegiatan pengembangan literasi. Tentu yang dimaksud adalah —sebagaimana Masdar Hilmy jelaskan— literasi dalam makna luas. Seluruh dimensi literal yang cakupannya pada seluruh kegiatan pengkajian dan pengajian. Tidak terbatas pada pola membaca dan menulis dalam arti sempit.