MALAM TAKBIRAN
Dung-dung-dung…
Gema beduk itu bertalu-talu
Memukul hati melepas rindu
Sebelum tersingkap tudung langit
Pada kabut yang sembunyikan rembulan
Dar-der-dor…
Ledakan itu membahana
Menusuk jiwa melepas dahaga
Sebelum ayat terapal dalam mantra
Pada angin yang meragi malam demi malam
Treeet-tet-tet…
Pijar-pijar api itu melesat mengangkasa
Menyisir gelap menebar kilau cahaya
Sebelum suluk memeluk yang mengguguk
Pada segaris bulan yang terlalu cepat mengambang
Seperti menyingkap kelambu malam
Dari bawah rerimbunan pohon kamboja
Yang tersebumbunyi di ujung sebuah desa
Ia berjalan membawa nyala obor
Dari api cinta abadi yang menerangi hati.
LELAKI PERKASA ITU
Bukan mereka yang mengukir sejarah dengan tinta emas. Bukan mereka yang memancangkan tonggak-tonggak negara dengan batu-batu kali dan pasir-pasir pantai yang tak tersentuh puisi. Bukan mereka yang disanjung-menjulang setinggi bintang oleh kepahlawanannya
Bukan mereka lelaki perkasa itu. Bukan. Sebab aku ada bukan karena mereka. Sebab aku ada bukan karena mereka ada
Lelaki perkasa itu adalah bapakku, yang melepas segala rindu di reranting setiap dahan berdebu
Lelaki perkasa itu adalah bapakku, yang mengaliri setiap petak sawah dengan air keringat yang selalu hangat
Lelaki perkasa itu adalah bapakku, yang setiap detik mengepalkan tanganku untuk menjotos-jotos langit.