Topik soal Microsoft menjadi trending di Twitter pada Jumat (26/2/2021) setelah perusahaan raksasa itu merilis laporan terbaru Digital Civility Index (DCI). Microsoft mengukur tingkat kesopanan digital pengguna Internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya.
Hal yang mengejutkan adalah warganet Indonesia menempati ranking ke-29 dari 32 negara yang diteliti Microsoft. Survei tersebut menempatkan warganet Indonesia menduduki peringkat terbawah di Asia Tenggara. Survei diselenggarakan antara bulan April sampai Mei 2020, melibatkan 16 ribu responden yang terdiri dari kaum muda dan dewasa.
Kritik Microsoft ini juga sinkron dengan masih banyaknya kasus ujaran yang ditangani Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sepanjang tahun 2020. Dikutip dari https://news.detik.com/ pada 24 Desember 2020, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah menangani sebanyak 443 kasus hoaks dan hate speech (ujaran kebencian).
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Muhammad Fadil Imran menyebut, dari 443 kasus 14 di antaranya sudah tuntas hingga ke tingkat pengadilan. Polda Metro Jaya juga menemukan 1.448 akun yang menyebarkan hoaks dan hate speech. Sebanyak 1.448 akun tersebut telah di-take down. Polda Metro Jaya mencatat, sepanjang 2020 telah menangani 1.042 kasus siber.
Temuan sirvei Microsoft tersebut sesungguhnya dapat dijadikan bahan kritik, bahwa kita belum sepenuhnya bisa menggunakan Internet secara bijak. Karena itu, sebagai umat muslim, kita harus mencontoh akhlak Rasulullah dalam menyikapi kritik yang disampaikan oleh Microsoft kepada warganet Indonesia. Rasulullah sering sekali dikritik oleh para sahabat dan umatnya. Namun demikian, Rasulullah SAW menerima kritikan dengan rendah hati dan menjadikannya masukan positif.
Ada suatu kisah ketika Rasulullah dikritik oleh sahabat. Rasulullah bukanlah orang yang antikritik. Jika ada kritik dari siapa pun, beliau pasti akan mempertimbangkannya dengan baik sebelum memutuskan sesuatu.
Sebagai contoh, saat Perang Badar, pasukan muslim tengah berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar. Rasulullah memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai oleh musuh. Khahab ibn Mundzir ra merupakan seorang sahabat yang pandai membuat strategi dalam perang dan tak segan memberikan kritik terhadap pendapat Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, apakah penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah SWT atau hanya strategi perang?” tanya Khahab kepada Rasulullah SAW.
“Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang,” Jawab Rasulullah.
Khahab pun memberikan penjelasan, “Wahai Rasulullah, jika demikian tempat ini tidak strategis. Lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya. Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan isi dengan air sampai penuh, sehingga kita akan berperang dengan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh tidak mempunyai persediaan air minum.”
Mendengar penjelasan Khahab, Rasulullah berpikir sejenak, lalu menyetujui kritik yang diajukan kepadanya.
Tak hanya kisah itu, sikap Nabi Muhammad yang menerima kritikan dengan tenang juga terjadi dengan kelompok Ansar. Dalam suatu kisah, setelah pertempuran, Nabi diceritakan membagikan barang jarahan kepada orang-orang. Yang pertama menerima barang rampasan dan yang mendapat bagian paling banyak adalah orang-orang yang baru saja memeluk Islam.
Sesaat setelah memberikannya, Nabi Muhammad memerintahkan Zaid ibn Thabit untuk mengambil barang jarahan dan memanggil orang-orang. Kemudian, dirinya menunjuk bagian yang akan diberikan kepada rakyat.
Meski pembagian dilakukan sesuai kebijakan yang setara, beberapa orang tidak menghargai keputusan itu. Beberapa di antaranya dilakukan oleh orang Madinah. Pengaduan mulai muncul, hingga akhirnya Saad ibn Ubadah mendatangi Nabi.
“Ya Rasulullah, kelompok Ansar ini kesal dengan pembagian barang rampasan. Anda telah membagikan bagian kepada sanak saudara Anda sendiri dan memberikan banyak hadiah kepada suku-suku Arab, dan tak menyisakan Ansar apa pun.”
Mendapati laporan itu, Rasulullah bertanya pada Saad, “O Saad, bagaimana menurutmu?”
Ditanya seperti itu, Saad mengaku tak tahu harus apa, hingga Nabi Muhammad berkata kepadanya, “Bawa orang-orangmu kepadaku.”
Ketika dipanggil, alih-alih mencela dan meragukan keadilannya, Rasulullah menghadapi mereka dan bersyukur seraya memuji Allah. Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
“Demi Allah, aku bersaksi tentang kebenaran. Kalian datang kepada kami dengan mengingkari serta menolak dan kami menerima kalian. Kalian datang kepada kami dalam keadaan tidak berdaya dan kami membantu kalian; buronan, dan kami menerima kalian; miskin dan kami menghiburmu.”
“Wahai orang-orang Ansar, apakah kalian merasa berkeinginan untuk hal-hal duniawi yang saya upayakan untuk mendorong orang-orang ini kepada iman di mana kalian telah ditetapkan? Apakah kalian tidak puas, hai orang-orang Ansar bahwa orang-orang akan pergi dengan domba dan unta, sementara kalian akan kembali bersama Rasulullah ke tempat tinggalmu?”
“Ya Allah! Kasihanilah orang-orang Ansar, anak-anak mereka, dan anak-anak dari anak-anak mereka.”
Mendapati perkataan seperti itu, mereka tak luput dari tangisan dan berkata, “Ya, kami puas, ya Nabi Allah!”
Jika kita renungkan kisah yang dialami oleh Rasulullah, sudah seharusnya setiap muslim berpikir positif sehingga bisa menjadikan kritik sebagai cermin yang dapat memberikan gambaran diri yang sebenarnya. Sebagai manusia biasa tentu kita tidak maksum dari segala kekhilafan. Kewajiban kita sebagai manusia apalagi umat muslim adalah saling mengingatkan baik dengan nasihat maupun kritikan. Hal ini diungkapkan dalam hadis:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Dalam menyikapi kritik, Rasulullah melihat suatu masalah tetap mengutamakan kemaslahatan untuk semua. Ketika para sahabat Ansor salah paham terhadap maksud Rasulullah kemudian mengengkritiknya, Beliau tidak menghukumnya tetapi memberikan klarifikasi terhadap maksud beliau.
Sebagai muslim kita harus mengambil teladan untuk terbuka menerima nasihat yang berupa kritikan. Seorang muslim harus terbuka pikirannya terhadap kritikan yang bersifat membangun. Ada sebuah ungakapan yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib agar kita bisa menemukan kebenaran yang sejati:
انظر ما قال ولا تنظر من قال
“Lihat apa yang disampaikan, namun jangan lihat siapa yang menyampaikan.”
Sebagai muslim kita tidak boleh bersikap antipati terhadap kritik yang akan membuat kita menjadi lebih baik. Jika ada seseorang yang mengkritik kita berdasarkan informasi yang tidak valid, sikap kita harus memaafkan serta mengklarifikasinya.