Saya masih teringat memori-memori indah semasa di pondok pesantren. Meskipun sudah delapan tahun berselang, namun kebersamaan serta pelajaran penting tentang kehidupan tidak akan pernah bisa dilupakan. Salah satu memori selalu teringat adalah nasihat-nasihat dari pak kiai. Bisa dibilang, kata-katanya sangat ajaib. Seolah mampu menembus ruang dan waktu.
Dulu, pengajian rutin pak kiai selalu saya ikuti dengan rasa yang jenkel karenan membosankan. Sebab, pengajian tersebut sering dilaksanakan setiap malam minggu. Malam yang sangat ditunggu bagi seorang santri begajulan seperti saya ini.
Suatu ketika, saya dipaksa membatalkan janji malam mingguan di luar pondok karena peraturan pesantren mewajibkan semua santri ikut pengajian pak kiai. Dengan iming-iming hukuman berat, akhirnya saya urungkan untuk keluar pondok.
Dengan rasa jengkel dan sedikit ngantuk, suara-suara lembut pak kiai itu seolah menjadi obat penenang hati yang sedang runyam. Kata-katanya berhasil menembus gendang telinga, hingga kata-kata itu tidak keluar lagi lewat kuping kiri.
Pak kiai sedang menjelaskan hakikat seorang santri. Banyak sekali! Tapi satu hal yang saya ingat dari ceramah tersebut. Kira-kira bunyinya seperti ini.
“Dimanapun kalian berada, kalian tetaplah seorang santri”
“Santri itu ibarat cahaya lilin, bisa menjadi petunjuk di dalam lorong yang gelap”
“Keberkahan santri akan terasa setelah lulus dari pesantren”
Dan masih banyak lagi nasihat-nasihat yang tak sempat saya abadikan dalam secarik kertas. Jika saja waktu itu saya kumpulkan kata-kata mutiara itu, mungkin bisa menjadi sebuah buku pedoman hidup. Sayang, waktu itu rasa kantuk mengalahkannya.
Menjadi Pemimpin dari Pemimpin
Beberapa tahun telah berlalu, hingga suatu ketika saya menyelami dunia baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, dunia pekerjaan. Lingkungan yang benar-benar beda membuat saya harus cepat beradaptasi agar tidak ketinggalan.
Namun, ada satu hal yang tidak saya ubah, yaitu kebiasaan selama di pesantren dulu. Misalnya, puasa senin kamis. Waktu rekan kerja mengetahui saya melakukan puasa senin dan kamis, sontak saya dibilang orang alim. Padahal, mereka tidak mengetahui jika saya sedang menekan bujet di akhir bulan.