“Barang siapa yang bergembira akan hadirnya bulan Ramadhan, maka jasadnya tidak akan tersentuh sedikit pun oleh api neraka.”(HR. An-Nasa’i)
Ramadan adalah bulan suci umat Islam yang kehadirannya ditunggu-tunggu. Karena di dalam bulan suci ini, ada banyak berkah yang bisa kita dapatkan. Berkah Ramadan, ya berkah atau nikmat Tuhan yang tidak bisa dihitung dengan logika matematis. Semua nikmat Tuhan tidak mungkin untuk kita reka dalam kalkulator sains sekalipun. Maka menghitung nikmat Tuhan bagai menghitung jumlah bintang yang secara logika tidak dapat dilakukan oleh manusia tanpa teknologi modern.
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka kalian tidak akan mampu menghitungnya.” (QS. An-Nahl: 18). Ayat ini menjelaskan bahwa nikmat Allah begitu melimpah, banyak, sehingga kita tidak mungkin dapat menghitungnya. Dari hal yang paling sederhana hingga persoalan yang rumit sekalipun. Merupakan kewajiban kita untuk mensyukuri nikmat Allah.
Demikianlah Al-Quran menjelaskan bahwa nikmat Allah benar-benar adanya. Bahwa nikmat Allah benar-benar banyaknya. Kita hanya diharuskan mensyukuri nikmat Tuhan yang telah kita dapatkan. Dengan aplikasi syukur, dengan syukur yang senyatanya, kita mendapat apresiasi “hebat” dari Tuhan. Mensykuri nikmat Tuhan tidak semata mengucapkan hamdalah. Ya memang, zikir hamdalah bagian dari syukur itu sendiri. Namun jauh dari itu bagaimana kita mengaplikasikan syukur ke dalam relitas hidup keseharian hingga dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Di bulan Ramadan ini pun kita mendapat berkah yang tidak sedikit. Ada hikmah besar di balik bulan mubarok ini. Sebagai muslim yang beriman kita harus memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Serta merta kita sambut dengan segala rindu. Kita agungkan dengan zikir, tahlil, tahmid, dan amalan ibadah lainnya. Di samping itu jangan lupa untuk berbagi karena dengan cara demikian berarti kita telah mengisi bulan keagungan ini dengan kebaikan.
Puasa adalah ibadah yang diwajibkan kepada muslim di bulan suci. Puasa adalah ibadah spesial yang diwajibkan bagi semua orang. Terkecuali bagi mereka yang mendapat halangan secara syari, atau dalam keadaan yang tidak memungkinkan, baik karena sakit atau karena usia yang uzur. Kewajiban ini akan berdampak positif, baik dari aspek fisik maupun psikis.
Berkah adalah karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia (KBBI). Segala pemberian Allah yang mendatangkan kemaslahatan adalah berkah. Segala jenis kebaikan yang diberikan oleh Allah harus kita gunakan untuk kebaikan pula. Menggunakan kebaikan untuk kebaikan yang lain adalah sebuah berkah lain yang harus kita usahakan. Jiwa yang pantang menyerah untuk suatu upaya positif adalah jiwa yang dipenuhi oleh berkah dari Allah.
Haruskah berkah itu dicari? Sebenarnya, tidak dicari pun nikmat Tuhan sudah kita dapatkan. Namun, hakikat berkah adalah kenikmatan yang maha sempurna untuk kemaslahatan diri dan orang lain. Maka, sudah menjadi kewajaran bagi kita untuk mengupayakan berkah dalam kaidah yang syari. Yaitu, suatu tuntutan dari tuntunan agama (Islam) untuk menjadi jiwa yang dipenuhi oleh berkah.
Sejatinya, di mana berkah itu berada? Di berbagai tempat dan waktu, berkah itu senantiasa berkelindan. Terdapat di sekitar kita. Untuk diri kita sendiri juga untuk orang lain. Dengan jiwa berkah, kita akan selalu dalam perlindungan Tuhan. Allah begitu sayang kepada hamba-Nya yang selalu berbuat kebaikan.
Jika jiwa dan mental kita sudah berpaut dengan berkah Allah, segala tindak-pikir kita akan memberikan nilai yang positif. Berbiasa dalam kebaikan akan berdampak pada sikap dan karakter yang dicinta oleh Allah. Revolusi mental untuk menyambut Ramadan dengan berbagai nilai poaitif harus kita upayakan demi menggapai kebaikan dunia dan kebahagiaan akhirat.
“Berbahagialah manusia yang selalu dalam cinta Tuhan.”
Wallahu A’lam bis Shawab!
Madura, 01 Ramadan 1442 H.