Ramadhan fi masr hagah taniyah, jangan sampai tidak merasakan Ramadan di Mesir. Begitulah kira-kira bunyi salah satu bait lagu yang sangat terkenal di Mesir. Lagu ini dinyanyikan oleh Husain al-Gismi (saya baca Gismi, bukan Jismi karena mengikuti dialek orang Mesir yang membaca huruf jim menjadi gim).
Meskipun baru dirilis tiga tahun yang lalu, kutipan lagu tersebut sudah menjadi semacam slogan bagi penduduk Mesir ketika memasuki bulan Ramadan, terutama ketika berbincang dengan orang wafidin (warga negara asing) seperti kami.

Sebagai orang yang telah merasakan tiga kali Ramadan di “Negeri Seribu Menara ini”, saya seratus persen mengamini apa isi kutipan lagu tadi. Masyarakat Mesir memang punya tradisi tersendiri dalam merayakan bulan Ramadan. Bagi saya, tradisi unik ini jelas la yanbaghi fawatuhu, seyogyanya dirasakan. Toh, kalau tidak bisa merasakan, minimal tahu dan dapat diambil nilai-nilai kebaikannya.
Sebab itu, saya kepingin berbagi beberapa hal mengesankan yang saya rasakan selama menjalani bulan Ramadan di Negeri Firaun ini.
Banyak Maidaturrahman
Bulan puasa memang waktu di mana umat Islam dianjurkan untuk melakukan sedekah sebanyak-banyaknya. Untuk mengaplikasikan anjuran tersebut, masyarakat Mesir punya tradisi berbagi makanan buka puasa gratis yang dinamakan dengan Maidaturrahman.
Tradisi ini menurut saya sangat mengesankan dan layak untuk ditiru.
Ungkapan Maidaturrahman sendiri berasal dari dua kata: maidah yang berarti jamuan dan Ar-Rahman yang berarti Allah yang maha pengasih. Jadi, arti dari Maidaturrahman adalah hidangan dari Allah yang maha pengasih. Dinamakan demikian, sebab Masyarakat menganggap para penderma sebagai perwujudan kasih sayang Tuhan di dunia ini.
Berbeda dengan Indonesia (yang biasanya buka bersama dilakukan di dalam masjid), Maidaturrahman ini kebanyakan justru berada di samping jalan. Kursi dan meja dijejer sedemikian rupa. Setiap orang yang lewat dipersilahkan untuk duduk dan menunggu makanan dibagikan.