MENJAHIT MERAH PUTIH
Persis di depan mesin jahit tua
Tangan kaki ibu menyalakan beribu doa
Menyatukan kain merah putih pertiwi
Dengan segenap tulus sepanjang diri
“Yang ibu jahit tak sekadar kain,” tuturnya
“Ada luka sesepuhmu yang mengerami cinta, “
Kain dua warna itu seumpama diksi
Yang ibu satukan menjadi puisi
Jahitan demi jahitan dia rangkai
Hati demi hati dia belai
Pada bendera, tak ada yang ibu haturkan
Selain tutur jiwa penuh kecintaan
Mencintai bendera adalah kehormatan
Meski darah juang pendahulu lebih menawan
Adalah rumah tempat ruh-ruh mereka tenang
Tempat jiwa-jiwa suci senantiasa dikenang
5 Agustus 2022.
TIUP LILIN, NEGERIKU
Angka 76 menengadah sakral
Di atas cinta yang senantiasa kekal
Sementara, pinggan tempat lilin tegak
Menguatkan hati seumpama cagak
Tiup lilin, negeriku
Campakkan segala bising di kepalamu
Tanggalkan pecundang-pecundang yang melumat sumpah
Atau pendosa yang tampak ahli ibadah
Sebab kerontang perut pemimpi
Masih menyisakan duka tanpa henti
Banyak tubuh gemetar menekuni takdir
Sementara seonggok daging serakah tertawa kikir
Lilinmu menyalakan pendar yang binar
Mengetuk ruang-ruang gelap di antara kelakar
Kelakar dari mulut-mulut pendusta
Juga dari perut buncit pengumbar kata
Sumenep, 5 Agustus 2022.
AGUSTUS PAGI
Pagi dengan warna yang sama
Embun mendekap hening dengan tabah
Hanya saja wangi-wangi pejuang menembus naluri
Melebihi aroma kembang yang bersemi di bulan Juli
Suara lantang Bung Karno bergetar
Dalam kuntum hati yang nyaris mekar
Tubuh-tubuh Agustus adalah kehormatan
Memendarkan kembali wajah pejuang dalam kenangan
“Kami Bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya, “
Gemuruh haru seolah terekam kembali
Dalam dada yang selalu disucikan tangan Ilahi
Negeriku lahir dari kuncup yang hangat
Dari darah dan tulang pendoa yang terlumat
Juang dikenang waktu dan segenap hati
Tanpa sedikit terlupa dalam diri
Sebab selamanya abadi dalam nadi
Menghidupi segala benih-benih kasih
Sumenep, 5 Agustus 2022.
ilustrasi: tempo.co