Bulan sudah terlihat setengah bayangannya, tanggal sudah berganti belasan pertanda purnama tiba. Purnama, di mana bulan bundar-penuh, jatuh pada tanggal 15 berdasarkan kalender Hijriah. Namun, Rasulullan ternyata memiliki kebiasan berpuasa dalam menyambut purnama, yang dilaksanakan selama tiga hari pada tanggal 13, 14, 15 berdasarkan kalender Hijriah.
Rasulullah SAW berkata kepada Abu Dzar: “Wahai Ahu Dzar, jika kamu akan melakukan shaum tiga hari dalam setiap bulan, maka laksanakanlah pada tanggal 13,14,15 (HR Tirmidzy). Pada hadits lain dijelaskan keutamaan puasa tiga hari setiap bulan. “Allah menyediakan pahala setara shaum sepanjang tahun bagi orang-orang yang mampu dan ikhlas melaksanakan shaum sunnah setiap tanggal 13,14,15 qomariyyah/hijrah (HR Tirmidzy).
Banyak orang sering bertanya tentang kenapa harus dilaksanakan dan apa keutamaan puasa tiga hari ini.
Mengikuti sunah Rasul, masyarakat Sunda memiliki tradisi menjalankan saat purnama yang disebut Ngabungbang. Istilah ini berasal kata nga yang berarti menyatukan atau mengumpulkan dan bungbang artinya membersihkan. Dalam tradisi Sunda, Ngabungbang berarti dan bertujuan untuk membersihkan diri dari dosa, menghilangkan aura negatif dari tubuh, membuka cakra-cakra yang tersembunyi, dan menghadirkan energi positif dalam tubuh.
Tradisi Ngabungbang telah dilakukan secara turun-temurun. Nenek moyang orang Sunda dahulu selalu mengisi purnama dengan cara keluar rumah saat malam hari, dimulai dari isya sampai tengah malam. Biasanya, kegiatan ini dilakukan bersama-sama oleh orang satu kampung. Saat berkumpul di bulan purnama, mereka merona, berbagi makanan, berdoa, dan lain sebagainya.
Namun, sekarang tradisi Ngabungbang mulai hilang dari masyarakat tergerus oleh modernisasi. Meski begitu, masih ada di beberapa daerah yang masyarakatnya tetap melestarikannya. Di daerah-daerah tertentu, Ngabungbang dilaksanakan setahun sekali pada malam 14, 15, atau 16 pada bulan Maulid. Ngabungbang diisi dengan beragam kegiatan, mulai dari seperti istighosah atau berdoa bersama, perayaan maulid Nabi, tausiah dari sesepuh desa, dan bahkan berendam di sungai. Namun, ada pula yang mengisi dengan acara berupa ijazah wirid, doa, dan lain sebagainya. Itu semua dalam rangka ikhtiar menolak bala, menjauhkan kejelekan, dan menghindari kejahatan.