Memasuki era teknologi sudah seyogyanya kita semua tidak berhenti berkreasi. Agar bisa ikut andil dan bergulat dalam mengisi kemajuan zaman teknologi. Esensi mengisi tidak cukup dengan kata-kata. Perlu gerakan nyata yang wajib mengiringi, baik dalam konteks sebagai pekerja, petani, hingga bakat dan minat yang lainnya. Seperti mengisi waktu menekuni dunia literasi dan masih banyak lagi.
Santri sebagai seseorang penuntut ilmu yang berdomisili di pesantren, sudah saatnya juga melek akan kemajuan teknologi dan dunia literasi. Kalau dulu santri hanya dikenal sebagai pribadi yang kolot, usang, yang bermukim si sebuah pondok pesantren dan lainnya, sekarang keberadaannya sudah berubah dan mulai diakui.
Di berbagai tempat, baik itu instansi pemerintahan, politik, ekonomi, dan lainnya embel-embel santri mulai digandrungi. Kiprah santri sudah nyata dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Salah satu bentuk nyata terpilihnya banyak pemimpin baik meliputi wali kota, bupati, guberbur, hingga pemerintahan tertinggi yang berasal dari warga pesantren telah banyak.
Nah, dalam dunia literasi sendiri warga pesantren (santri) juga banyak yang proaktif berpartisipasi mengisi. Berbagai karangan berbentuk buku, baik hasil penelitian maupun berupa karya ilmiah ataupun fiksi banyak dipersembahkan kaum sarungan. Bahkan sebagian sudah yang diangkat ke dalam dunia perfilman. Contoh, seperti buku Negeri Lima Menara atau film The santri yang sayang gagal tayang akibat kontroversi berupa terlalu over sikap toleransi yang mengikuti.
Bahkan jika kita tarik sejarah kembali, para santri bukan hanya menyumbangkan gagasan keilmuan lewat persembahan karya yang diberikan. Akan tetapi, juga sebagian ada pula yang menjadi seorang pengajar hingga mempunyai ssebuah pesantren besar dan santri dari berbagai daerah dengan bermacam ragam latar belakang. Contohnya jika kita mengambil sample ulama Nusantara ada Syaikhona Muhammad Kholil Al- Bangkalani, Hadratussyech KH Hasyim Asy’ari, Syech Nawawi Al-Bantani, dan masih banyak lagi yang lainnya. Tentu keberadaan beliau bukan hanya terkenal di bumi Nusantara. Namun juga santri-santrinya menyebar hingga jazirah Arab, tepatnya ketika beliau belajar di Mekkah sampai punya sebuah majlis belajar juga.