OBITUARIUM BENDERA
Merah putih dikibarkan,
Penghormatan dengan lantang dikabarkan
Segala jasad yang telah terkubur ironi
Masih menjadi luka abadi di tubuh pertiwi
Tiang itu menjadi muasal rindu
Dedoa dilantunkan lewat lagu kebangsaan
Ada yang mengingat luka-luka kenangan
Ada yang basah sebab syukur akan kebebasan
Merah putih adalah obituarium bagi mereka yang gugur
Yang di dadanya, debar kecintaan teramat luhur
Mencintai pertiwi hingga menanggalkan nyawa
Agar tak ada lagi jiwa-jiwa yang pedih dalam aniaya
Battangan, 2023.
KEMERDEKAAN DI SUATU PABRIK
Aku ke sini hanya untuk mencari kemerdekaan
Betapa darah-darah tak pernah dihargai kehormatan
Tubuh-tubuh manusia hanya sekadar mesin uap
Gaji-gaji tak sepadan dengan kalori yang terbakar
Adakah kemerdekaan di sini?
Segalanya dibatasi undang-undang kapitalis
Di dalamnya, mereka hanya seonggok daging
Bukan manusia yang dimanusiakan semestinya
Berapa kemanusiaan dihargai?
Siang malam diperas menjadi lemak pemodal
Dikerangkeng dengan aturan tak masuk akal
Ah, kemerdekaan terlihat sukar untuk ditebus
Sumenep, 2023.
17 AGUSTUS, DINI HARI
Mata kakek menyiasati luka
Tangis dikuncinya pelan-pelan
Ayat suci dilantunkan sejak petang
Mengenang ruh rekannya di medan perang
Kupahami getir bibirnya
Ada haru tangis menjadi senada
“mereka tak pernah mati,” katanya
Namun sedang tabah dipeluk pertiwi
Selesai subuh, kemenyan membesuk segala sudut
Lagu-lagu kebangsaan mengalun di radio butut
Haru bahagia menyaksikan kelahiran negeri
Juga melepas pendahulu yang telah pergi
Sumenep, 2023.