Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam kehidupannya. Manusia dengan keberagaman seperti laki-laki dan perempuan, ras, suku, adat istiadat berkumpul menjadi satu dalam sebuah komunitas, bangsa dan negara.
Dalam hidup dengan keberagaman, sudah lumrah jika terdapat hambatan dan tantangan. Contohnya fenomena yang dialami Indonesia adalah kurang lebih selama 350 tahun dijajah oleh bangsa kolonial.
Untuk mempertahankan citra diri negara dan menyelamatkan banyak nyawa serta jiwa masyarakat Indonesia, sejatinya, tokoh-tokoh yang berperang melawan bangsa kolonial tidak memerlukan gelar atau pamrih apapun, namun sepatutnya masyarakat menyebutnya dengan sebutan pahlawan. Pahlawan artinya orang-orang yang memiliki keberanian, berjasa membela kebenaran, dan berjuang untuk kemerdekaan.
Anugrah Andriansah dalam sebuah karya tulisnya menyatakan bahwa pahlawan Indonesia masih ditulis dengan metode pendekatan maskulin yang didasarkan pada catatan Sekretariat Negara Abad 21. Artinya, mayoritas pahlawan laki-laki, sedangkan pahlawan perempuan sangat minim terekam oleh sejarah.
Perempuan pada masa prakemerdekaan sampai masa reformasi, juga ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, namun jarang terekspos ke publik. Wacana mengenai perempuan akhir-akhir ini sering menjadi bahan diskusi diberbagai kalangan. Sekitar Abad XIX ataupun sebelumnya cenderung mengalami diskriminasi, patriarki, subordinasi hingga dimarginakan, perempuan dinilai makhluk nomor dua setelah laki-laki, padahal baik laki-laki atau perempuan ialah sama-sama manusia.
Kehidupan perempuan sewaktu itu seolah-olah sudah dikonstruksi oleh masyarakat, menganggap perempuan wajib hidup di rumah saja dan dilarang untuk keluar rumah. Namun seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa pihak, termasuk perempuan itu sendiri yang mulai memiliki kesadaran untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Representasi pahlawan perempuan yang diajarkan sejak di bangku sekolah adalah R.A Kartini yang memperjuangkan emansipasi wanita. Kartini berjuang agar perempuan mendapatkan hak untuk belajar sama halnya dengan laki-laki.
Kartini adalah perempuan yang ikut berperan pada masa prakemerdekaan dalam bidang pendidikan untuk mengupayakan perempuan melek huruf, serta memberikan bekal untuk menjadi calon ibu yang terampil. Kartini, putri Bupati Jepara telah menulis beberapa surat, kemudian mendapatkan perhatian dari J.H. Abendanon, kepala Departemen Pendidikan pemerintah kolonial sejak 1900 yang berkontribusi menerbitkan tulisan Kartini dengan judul Door duisternis tot licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Tulisan tersebut bertujuan untuk memberikan catatan penting bagi para perempuan muda waktu itu. Nama Kartini dikenal sebagai tonggak awal bagi gerakan feminis di Indonesia.
One Reply to “Pahlawan Perempuan yang Jarang Terekam Sejarah”