Bekerja sama dengan jejaring duniasantri, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Ilmu Keguruan dan Tarbiyah (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan Kelas Menulis Kreatif.
Acara yang berlangsung di Ruang Teater Lantai 3 FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hampir 100 mahasiswa dan beberapa dosen. Kegiatan tersebut mendatangkan narasumber Ngatawi Al-Zastrow (Budayawan Indonesia), Mahwi Air Tawar (Sastrawan Indonesia), Mukhlisin (penanggung jawab pengelola duniasantri.co), dan Hilmi Faiq (Redaktur Harian Kompas).
Kelas menulis ini membahas seputar dunia kepenulisan. Mulai dari menulis di era digital, kepenulisan artikel ilmiah populer, dasar-dasar jurnalistik, dan kepenulisan kreatif seperti puisi dan cerpen.
Dalam sambutan, Ketua Program Studi PBSI UIN Syarif Hidayatullah Dr Ahmad Bahtiar atau yang akrab disapa Pak Abah menyampaikan rasa antusiasnya.
Ia menuturkan bahwa pada jurusan PBSI seringkali terdapat penugasan untuk menerbitkan artikel di berbagai media. “Sayangnya, tidak ada mata kuliah penulisan kreatif di sini. Sehingga kelas menulis kreatif ini amat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kepenulisan terkhusus pada mahasiswa,” katanya.
Pemaparan materi pertama disampaikan oleh Ngatawi Al-Zastrow mengenai “Urgensi dan Strategi Menulis di Era Digital”.
Dalam pemaparannya, Zastrouw menjelaskan bahwa inspirasi dapat direalisasikan dengan menulis. “Inspirasi bisa terealisasikan dengan menulis,” tutur budayawan tersebut.
Pemaparan berikutnya disampaikan Hilmi Faiq yany berfokus pada materi kepenulisan artikel ilmiah populer. Menurutnya, ada tiga topik yang banyak diminati di media massa.
“Sex, crime, and blood, ini menjadi tiga topik populer yg banyak diminati,” ungkap pengajar Kompas Institute tersebut.
Pada kelas berikutnya Mukhlisin menyampaikan materi dasar-dasar jurnalistik. Ia juga menjelaskan perbedaan antara siaran pers dan berita.
“Berita bersifat objektif, sedangkan siaran pers bersifat subjektif,” jelasnya.
Beralih ke materi penulisan kreatif, yakni cerpen dan puisi yang disampaikan sastrawan Mahwi Air Tawar.
“Puisi tidak hanya soal diksi dan emosi,” ungkap pria yang kini mengelola komunitas Adakopi.
Mahwi memaparkan bahwa selain bahasa dan rasa, sebuah puisi harus dibuat dengan mengeksplorasi ide dari sudut pandang baru. Sehingga puisi yang dihasilkan lebih bernilai dan bermakna.
Sesi tanya jawab berlangsung aktif dengan antusias dari peserta. Pada akhir pemaparan, keempat narasumber menjelaskan mengenai cara menentukan topik yang penting dalam menulis.