Menjadi pondok pesantren tertua, bahkan disebut-sebut sebagai yang tertua di Asia Tenggara, Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu yang hingga kini masih eksis menjadi saksi bagaimana pendidikan Islam berkembang di Nusantara. Tak hanya menjadi rujukan pendidikan keislaman, Al Kahfi juga menjadi jujukan para wisatawan manca negara untuk menelusur jejak kepesantrenan.
Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu yang berada di Desa Sumberadi, Kecamatan/Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah kini usianya telah mencapai 546 Tahun! Ia didirikan pada 25 Sya’ban 879 H atau Rabu, 4 Januari 1475 M. Dalam rekaman sejarah, pondok pesantren mulai banyak bermunculan di wilayah Nusantara baru sekitar abad ke-17, atau 200-300 tahun setelah Al Kahfi yang ketika itu lebih dikenal dengan sebutan Pondok Somalangu.
Pada periode akhir abad ke-15, Al Kahfi telah berdiri sebagai pondok pesantren dalam pengertian yang sebenarnya: ada masjidnya, pondokannya, kiainya, santrinya, dan kitab-kitab yang didiajarkan. Belum ada penemuan pondok pesantren yang lain yang telah eksis sebelum Al Kahfi. Saat ini Al Kahfi diasuh oleh KH Afifudin Chanif Al-Hasani yang merupakan generasi ke-16 dari pendiri pertama.
Titi mangsa berdirinya Alkahfi bisa dilacak dari keberadaan prasasti yang berupa batu zamrud siberia (emerald fuchsite). Zamrud yang berbobot 9 kilogram ini kini masih berada di dalam masjid pesantren Alkahfi. Diketahui, prasasti itu mengandung elemen kimia Al, Cr, H, K, O, dan Si. Ukiran pada batu ini bergambar hewan bulus berkaki tiga serta bertuliskan huruf Jawa dan Arab. Huruf Jawa yang terukir pada batu itu terbaca bunyi “Bumi Pitu Ina”. Sedangkan, tulisan huruf Arabnya “25 Sya’ban 879 H”, bertepatan dengan Rabu, 4 Januari 1475 M.
Sayid Abdul Kahfi
Pendiri Pondok Pesantren Alkahfi Somalangu ini adalah Sayid Muhammad Ishom Al-Hasani atau yang dikenal dengan nama Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani. Ia lahir pada 15 Sya’ban 827 H di kampung Jamhar, Syihr, Hadhramaut (Yaman). Sayid Abdul Kahfi wafat pada 15 Sya’ban 1018 H atau 15 November 1605 dalam usia 185! Tapi ada sumber yang menyebut 191 tahun jika dihitung dari tahun kelahiran dan kematiannya! Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Lemah Lanang yang berjarak lumayan jauh dari Somalangu.
Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani merupakan keturunan Rasulullah ke-22 dari Sayidina Hasan ra melalui jalur Sayid Abdul Bar yang merupakan putera dari Sayid Abdul Qadir al-Jaelani al-Baghdadi. Ia anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan Sayid Abdur Rasyid bin Abdul Majid Al-Hasani dan Syarifah Zulaikha binti Mahmud bin Abdullah bin Sayid Shahabuddin Al-Huseini.
Dalam usia 24 tahun, atas perintah gurunya untuk berdakwah, Sayid Abdul Kahfi tiba di Tanah Jawa. Pertama kali ia mendarat di daerah Kebumen pada 852 H/1448 M. Saat itu, Nusantara masih dalam kekuasaan Majapahit. Raja yang bertakhta adalah Prabu Kertawijaya atau Prabu Brawijaya I yang berkuasa pada 1447-1451.
Meskipun mendarat di Kebumen, Sayid Abdul Kahfi tak langsung menetap di Somalangu. Ia justru melanjutkan perjalanan Ampel, Surabaya untuk membantu perjuangan dakwah Sunan Ampel. Sejarah mencatat, Sayid Abdul Kahfi hanya tiga tahun berada di Ampel. Setelah itu, ia melanjutkan pengembaraan ke daerah Sayung, Kudus, dan Demak. Rupanya cukup lama Sayid Abdul Kahfi berada di Kudus dan Demak. Sebab, pada usia 45 tahun, ia menikahi putri Demak bernama Nur Thayyibah binti Hasan, dan setelah putranya yang pertama berusia 5 tahun barulah Sayid Abdul Kahfi pindah dan mulai menetap di Somalangu, Kebumen.
Ketika sudah menetap di Somalangu inilah Sayid Abdul Kahfi mulai merintis pendirian pondok pesantren. Yang pertama dibangun adalah sebuah masjid karena di daerah tersebut belum ada masjid. Tentu saja masjid dibangun dengan cara dan bahan-bahan sederhana. Kubahnya dibuat dari lempung atau tanah liat. Sedangkan, atapnya dari ilalang. Yang menarik, berdasarkan cerita rakyat yang berkembang, dari atap ilalang itu selalu tercium aroma wangi.
Melahirkan Banyak Ulama
Sebagai pondok pesantren tertua, tentu saja keberadaan Pondok Somalangu ini memiliki peran penting dan pengaruh dalam penyebaran Islam tidak hanya di daerah Kebumen, melainkan juga di daerah-daerah di Nusantara. Pondok Somalangu banyak melahirkan ulama yang kemudian berdakwah di berbagai daerah seperti Banyumas, Blitar, Cilacap, Cirebon, Demak, Gowa, Kediri, Kudus, Magelang, Maluku, Purworejo, Sampang, Semarang, Solo, Yogyakarta, dan daerah lainnya bahkan hingga Pattani (Thailand).
Tak hanya melahirkan kader-kader untuk menyebarkan ajaran Islam, keberadaan Pondok Somalangu juga menjadi role model bagi lahirnya lembaga pendidikan Islam di berbagai tempat pada abad-abad berikutnya yang kini kita kenal sebagai pondok pesantren, yang saat ini di seluruh Indonesia jumlahnya mencapai sekitar 30 ribu pondok pesantren.
Memang, sepanjang lima abad lebih itu, sejarah Pondok Pesantren Al Kahfi mengalami pasang surut, bahkan beberapa saat sempat mengalami vakum. Namun hingga saat ini Pesantren Al Kahfi masih eksis dengan segala transformasinya. Dengan jumlah santri yang hampir seribuan, di samping mempertahankan kesalafannya, Pesantren Al Kahfi juga menyelenggarakan pendidikan formal dengan adanya SMP Al Kahfi, SMA Al Kahfi, dan SMK Al Kahfi. Sekolah-sekolah umum itu berada di bawah yayasan pesantren dan lokasi gedungnya juga berada di dalam komplek pesantren.
Meskipun telah bertransformasi menjadi pesantren modern laiknya pondok pesantren masa kini, kita masih melihat jejak-jejaknya sebagai lembaga pendidikan tertua yang dibangun sejak lebih dari 500 tahun yang lalu. Meskipun telah mengalami pemugaran, misalnya, masjid yang sama masih berdiri kukuh lengkap dengan prasastinya. Bahkan, sisa bangunan pondok lama juga masih ada, sebuah rumah panggung yang di bawahnya sekaligus ada kolam-kolam tempat wudlu. Di sana tertulis nama komplek “Pasukan Bangkong Reangî”, merujuk pada tokoh sakti Ki Bangkong Reang. Tokoh ini, konon, bisa berubah wujud menjadi katak atau kodok dalam menyerang musuh. Ini tentu bagian dari kisah bagaimana Pesantren Al Kahfi ini dulu juga ikut berperang melawan Belanda.
Jejak-jejak itulah yang menjadi rujukan sekaligus jujukan bagi berbagai kalangan, termasuk wisatawan manca negara, untuk menelusuri sejarah perkembangan pendidikan Islam di Nusantara.
Semoga mengalir ilmunya gus…..