Di zaman ketika dunia tak lagi diikat oleh batas geografis, kita hidup dalam sebuah plaza raksasa bernama internet. Di sanalah percakapan publik terjadi, opini dibentuk, dan reputasi manusia diuji. Namun ruang publik baru ini tidak sepenuhnya netral. Ia tidak lagi dikuasai oleh para filsuf, negarawan, ataupun pemimpin moral. Kini, penguasa baru telah naik tahta, bukan manusia, melainkan algoritma.
Algoritma bekerja sunyi, tanpa pidato kemenangan atau kampanye politik. Tidak ada upacara pelantikan, tidak ada tepuk tangan. Tetapi pengaruhnya lebih besar daripada parlemen mana pun. Ia memutuskan apa yang kita lihat, siapa yang patut kita ikuti, konten apa yang harus viral, dan berita mana yang harus lenyap sebelum sempat bertahan lima menit di layar kita. Kita bukan lagi warga digital, kita adalah objek kurasi, komoditas perhatian. Sementara algoritma menjadi raja, tajam, dingin, tanpa wajah.

Ironisnya, ia memberi kita ilusi kebebasan. Kita merasa memilih, padahal disuguhkan. Kita merasa mencari, padahal diarahkan. Kita percaya punya suara, padahal sering hanya diperdengarkan gema dari pendapat kita sendiri. Echo chamber tercipta bukan karena kita menutup telinga, tetapi karena algoritma memilihkan suara mana yang harus kita dengar. Ia tahu apa yang kita suka sebelum kita benar-benar menyukainya, ia membentuk kebiasaan, bahkan keyakinan, pelan namun pasti. Kita tidak sadar kapan kita berhenti bertanya dan mulai mengikuti.
Di tengah arus informasi yang tak henti mengalir, kebenaran bukan lagi tentang validitas, melainkan visibilitas. Apa yang muncul di beranda dianggap penting, apa yang tenggelam di bawah ribuan konten dianggap tidak relevan. Popularitas sering menang melawan akurasi, emosi menyingkirkan nalar.
Kita menyaksikan dunia diatur oleh algoritma yang memahami sensitivitas manusia namun tak mengerti nurani. Ia merangsang kemarahan karena kemarahan mendatangkan klik, ia memancing kecemasan karena kecemasan membuat kita berlama-lama dalam layar. Dunia digital akhirnya menjadi panggung bagi emosi ekstrem, bukan kedewasaan berpikir.
