Di tengah kompleksitas tantangan sosial, isu rasisme menjadi perdebatan hangat tidak hanya di tingkat global, tetapi juga di dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya berita anak yang mem-bully teman sebaya, atau guru mencemooh murid dan sebaliknya.
Seiring merebaknya sikap diskriminasi, penting bagi kita untuk lebih memahami perlunya mengatasi diskriminasi berbasis etnis. Dalam konteks ini, penafsiran Al-Qur’an menjadi fokus utama. Sūrat al-Ḥujurāt menawarkan panduan komprehensif dalam mengelola konflik sosial.
Dalam pembahasan ini, kita akan menelaah pandangan dua ulama terkemuka Afrika Barat, Syekh Abdullahi ibn Fudi dan Syekh Aḥmad Dem, yang dapat memperluas wawasan umat Islam di Indonesia dalam memitigasi rasisme dan membangun inklusivitas komunitas. Dengan memahami tafsiran ayat-ayat ini, kita dapat bersama-sama mengatasi tantangan rasisme di Indonesia.
Kedua ulama, Syekh ʿAbdullāhī ibn Fūdī dan Syekh Aḥmad Dem, menyoroti pentingnya menghindari perilaku merendahkan dan memperolok-olok sesama manusia berdasarkan suku atau etnis. Ayat ke-11 dari Surat al-Ḥujurat dengan tegas melarang tindakan semacam ini.
Syekh Ibn Fūdī menekankan bahwa larangan tersebut khusus mengacu pada kaum lelaki dari suatu komunitas, sementara Syekh Dem menyajikan tiga contoh nyata dari masa awal Islam di mana perilaku semacam ini terjadi.
Pertama, terkait Thabit bin Qays bin Shammās, menekankan pentingnya menghormati status orang lain. Kedua, insiden Tamim yang mencemooh beberapa sahabat miskin, termasuk ʿAmmār, menyoroti bagaimana disparitas sosio-ekonomi terkait dengan cemoohan berbasis garis keturunan. Ketiga, sebagian kaum Muslimin menyebut Ikrimah bin Abī Jahal ketika memasuki Madinah sebagai putra Fir’aun.
Syekh Dem menekankan bahwa mereka yang ikut serta dalam ejekan turut berbagi dosa. Pesan lebih luas dari ayat ini adalah tentang pelarangan terhadap panggilan yang mengandung celaan. Pesannya menekankan akanpentingnya menghindari sebutan yang merendahkan dan memilih nama-nama yang memuliakan sesama mukmin. Selanjutnya, peringatan dari ayat ini terhadap pelaku diskriminasi yang tidak bertaubat menjadi pengingat keras bagi mereka yang bertekad keras dalam kesombongan dan penghinaan, mencerminkan jalur terkutuk yang dipilih oleh Iblis.