TUHAN, KITA BEGITU DEKAT
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kini aku menyala
Pada lampu padammu
1976
***
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), ‘Aku itu dekat’. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)
Sengaja saya membuka diskusi ini dengan ayat tersebut, sebagai komparasi atas sebuah ayat lain yang menyatakan bahwa, “Dan kami lebih dekat dari urat leher,” (QS. Al Qaaf : 16). Sebagai pembanding dalam sebuah polemik makna dekat yang —mungkin terlalu jauh—terjerumus ke dalam ideologi yang melenceng dari kaidah keislaman.
Dan masih banyak lagi ayat atau hadits yang menyatakan bahwa Tuhan(?) atau malaikat dekat dengan manusia sebagai indikasi kekuasan Yang Maha Mutlak (terlepas dari ikhtilaf ulama tafsir tetang makna “kami” dalam ayat Qaaf: 16 tersebut). Namun, di sini saya ingin berfokus pada konsep makna dekat yang kemudian dipelintir ke dalam bentuk ideologi menunggal. Ada yang menyebut “wihdatul wujud,” “manunggaling kawula gusti,” dan “satu dalam tiga, tiga dalam kesatuan.” Atau mungkin masih ada istilah-istilah lain yang beranggapan bahwa “dekat” itu semakna dengan “penyatuan”.