TUAN: TABIAT KETIKA HUJAN

74 views

TUAN: TABIAT KETIKA HUJAN

Relung hati saat hujan menggambarkan roh punah mendiang tanah-tanah cahaya
Dengan segala mata terkesima dibuatnya
Deras titik menghujani kota-kota kering, tubuhnya angkuh
Bersama embun habis hujan yang lama tak turun

Advertisements

Kueja jejak kakimu dengan abjad dan angan kosong
Adakah yang lebih peduli ketimbang hujan?

Dari surau aku meleleh, membiarkan terbang dibawanya batu-batu kristal
Namun tetap saja kau menenggelamkan oretan tua dan kuserguk bunga

Tuan, aku tak tahu mengenal sosok sapaan hujan saat ini
Dingin berkali-kali membelai kepala dikisahnya dongeng-dongeng

Tuan dari Kembangsoka
Ditanamnya padi dan jagung pagi-pagi, dirapalkan mantra
huruf, saraf-saraf pada masing-masing yang merunduk
Memalingkan tirai semu mengetuk jagat

Oh, keramat.

Sumenep, 2022.

YANG TERANG DARI TANAH 

Suatu waktu ketika pekarangan sepi dari pematang sawah besar harap kincir angin menerpa tubuhnya
Mungkin tak ada yang lebih tabah
Tanah diam-diam terpendam oleh matang

Masa lalu tak pernah berdebu,
biarkan aku menungganginya kuda-kuda mereka mengenang dauh loka
Dalam tanah ia senantiasa memanjat doa-doamu yang mungkin tak pernah kau tahu.

Tak ada tanah yang batu menenggelamkan kepalanya diri sendiri
Berbiak seribu
Rupanya, ada tanah menyukai semesta di pangkuanku

Sumenep, 2022.

KEPADA NA

Na,
:sebuah lakon kecil di Kembangsoka lalu
Risalah kertas putih tebal
Bisa memimpikan bidadari

Itulah sebabnya janji ini kekal dalam sajak-sajak

Na,
Sewaktu, mahkota dipakaikan di kepala
genap sehelai benang putih melingkar di tubuhnya
Lelaki tak pernah menoleh ikut menanggalkan daun-daun
Menjadikan ratusan mata menyepi menepis baying-bayangnya

Titah-Nya abadi

Sumenep, 2022.

PENGGAL KEASRIAN

Akhirnya, seseorang mengutuknya perlahan
Satu-persatu suhu tubuh
mengapung, jendela angka menangis

Parade keasrian dan pemuda itu
Menggebu, menyulapnya debu

Wajah-wajah menjadi semrawut, peduli

Semua memilin renda hitam
Di kepala daun-daun itu indah berdenyar
Seperti raut kami yang binar

Tak lupa rinai puisi Yum dan Bila mendayu di udara

Sumenep, 2022.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan