Isra’ dan Mi’raj ialah sebuah perjalanan spiritual yang dialami Nabi Muhammad SAW, di mana Nabi mendapat kemuliaan untuk dapat pergi ke Baitul Maqdis dilanjutkan dengan naik ke langit ketujuh.
Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW dapat bertemu dengan para nabi, melihat surga dan neraka, dan yang paling istimewa Nabi diperkenankan untuk bertemu langsung dengan Allah SWT. Ini adalah sebuah kemuliaan sekaligus mukjizat agung bagi Nabi Muhammad SAW yang belum pernah diberikan kepada para rasul dan nabi sebelumnya.
Namun, apakah pernah terlintas dalam pikiran kita, bagaimana Nabi mendapat kemuliaan yang besar seperti itu dan apa sebabnya.
Tentu, keistimewaan yang begitu besar itu tidak didapat begitu saja oleh Rasulullah SAW. Ada pengorbanan, perjuangan, kesabaran, dan ketabahan yang menjadi awal serta pendahuluan. Masalah-masalah silih berganti mendatangi, namun itulah yang menjadi pengantar kemuliaan bagi Nabi Muhammad SAW.
Isra’ dan Mi’raj terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Pada tahun ini pula dua orang terkasih Nabi, yaitu Abu Tholib, pamannya serta Sayyidah Khadijah, sang istri tercinta dipanggil menghadap Allah.
Abu Tholib selalu menjadi pelindung utama bagi Nabi dari gangguan orang-orang kafir Quraisy ketika di luar rumah. Sedangkan, Sayyidah Khadijah adalah penenang serta pelipur bagi Nabi ketika beliau kembali ke rumah.
Kepergian keduanya memberikan kesedihan yang amat bagi Nabi, sehingga menamai tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Bukan hanya karena ditinggal orang-orang tercinta, namun juga karena wafatnya dua tokoh tersebut memberikan dampak besar dalam proses dakwah beliau.
Dan benarlah, selepas wafatnya Abu Tholib dan Sayyidah Khadijah, kaum kafir Quraisy semakin berani dan semakin gencar melancarkan permusuhannya terhadap Nabi. Kata-kata kasar, sumpah serapah, penghinaan, caci maki, persekusi, dan bahkan perlakuan kasar menjadi teman sehari-hari bagi Nabi dan para sahabatnya.