Historisitas agama Islam selalu menarik untuk ditilik, terutama kisah para penyebarnya. Selain Nabi Muhammad, sahabat pun berperan dalam penyebaran Islam. Penyebaran Islam tidak hanya terfokus di wilayah Arab. Islam juga tersebar di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Bukti awal masuknya Islam di Indoesia didukung dengan ditemukannya makam-makam Islam di daerah Sumatera. Misalnya, makam Mahligai yang terdapat di atas bukit Tapanuli Tengah, Sumatera Utara; makam Papan Tinggi di Barus, Sumatera Utara; makam Tuhar Amisuri Desa Hasang, Kecamatan Barus, Sumatera Utara; dan makam Meurah Silu di Aceh.
Makam-makam tersebut telah berusia sangat tua. Dari beberapa makam yang telah disebutkan, makam Syiekh Mahmud yang berada di kompleks Makam Papan Tinggi diduga sebagai makam sahabat Nabi. Terkait hal tersebut belum banyak masyarakat yang mengetahuinya.
Syiekh Papan Tinggi dikenal dengan nama Syiekh Mahmud, termasuk dalam rombongan penyebar Islam pertama di wilayah Nusantara. Ia merupakan seorang saudagar dan pendakwah yang berasal dari Yaman, dan diutus ke Asia pada masa khalifah Umar bin Khattab. Dari sebuah channel Youtube (FSRMM Channel) disebutkan bahwa Syiekh Mahmud merupakan anak dari Abdullah bin Mas`ud. Syiekh Mahmud wafat pada tahun 44 H pada masa pemerintahan Muawiyyah bin Abi Sufyan.
Barus sebagai Pintu Gerbang Islam
Berdasarkan literatur yang beredar, Barus merupakan kota tua yang terletak di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang menjadi pintu gerbang masuknya Islam di Indonesia. Jika penyebaran Islam di Tanah Jawa dilakukan oleh Walisongo pada abad ke-14 Masehi, maka Islam di Barus telah ada sejak awal abad ke-7.
Syiekh Mahmud diperkirakan hidup pada abad ke-7 M. Kala itu, Barus yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia menjadi pusat persinggahan pelayaran internasional. Barus dikenal dunia sebagai daerah pengahasil kapur. Para saudagar dari Arab, Yaman, Yordan, Hindia, dan Persia banyak melaksanakan bisnis rempah-rempah dan kapur barus di daerah tersebut. Barus juga menjadi tempat pertama yang diinjaki para ulama utusan khalifah untuk menyebarkan ajaran Islam. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika di Barus terdapat makam-makam Islam. Selain makam Syiekh Mahmud, di Makam Papan Tinggi, di atas bukit daerah Barus tepatnya desa Dakka ditemukan 200 makam lebih.
Letak daerah Barus dengan kota Medan berjarak sekitar 290 kilometer. Perjalanan dari Kota Medan ke Barus membutuhkan waktu sekitar 7 jam melalui jalur darat. Sementara butuh waktu 2 jam dari Kota Sibolga. Barus menyimpan banyak sejarah dan merupakan objek wisata religi.
Informasi terkait kota tua tersebut masih sangat minim karena masyarakat belum terlalu mengenal Barus secara mendalam. Sebagaimana diketahui, sebagai daerah awal peradaban Islam di Nusantara, Barus tentu menyimpan banyak benda-benda bersejarah seperti mata uang, perhiasan, prasasti, dan lain sebagainya. Tak kalah pentingnya terdapat makam para pembawa ajaran Islam di Nusantara pada abad ke-7 Masehi. Makam yang ada di Barus di antaranya seperti makam Syiekh Mahmud, Syiekh Rukunuddin, Syiekh Mahdun, Syiekh Ibrahim Syah, Syiekh Badan Batu, dan makam Tuan Ambar.
Barus menjadi kota tujuan saudagar-saudagar saat itu karena terkenal akan hasil hutannya seperti kamper, emas, dan kemenyan. Selain itu, melalui Hamzah Fansuri, nama Barus dikenal dengan nama Pancur atau dalam bahasa Arab Fansur. Barus termasuk kota kuno yang terkenal sejak abad ke-6 Masehi di Asia sebagaimana disebutkan oleh Claude Guillot dalam bukunya yang berjudul Barus Seribu Tahun yang Lalu. Selanjutnya Presiden Joko Widodo pada Jumat 24 Maret 2017 menetapkan bahwa Barus adalah titik nol pusat peradaban Islam di Nusantara.
Makam Syiekh Mahmud sebagai Objek Wisata Religi
Makam Syiekh Papan Tinggi ini tidak hanya dikunjungi oleh wisatawan muslim, tetapi juga non-muslim. Tujuan para wisatawan adalah untuk ziarah dan berlibur. Makam tersebut berada pada ketinggian 200 meter lebih dari permukaan laut dan terletak di atas bukit dengan medan kemiringan 45 derajat.
Untuk menuju makam para wisatawan harus menaiki anak tangga yang begitu tinggi sepanjang 200 meter lebih dan sebanyak 700 lebih anak tangga. Tak sampai di situ, wisatawan akan dibuat kaget karena ukuran makam yang begitu panjang mencapai 8 meter lebih. Sementara batu nisan berukuran 1,5 meter berwarna putih dengan berukiran Arab kuno.
Banyaknya pengunjung yang datang ke makam Syiekh Mahmud sejak 1990 menjadikan penduduk Desa Pananggahan berinisiatif mendirikan usaha kecil-kecilan seperti berdagang. Hal tersebut dilakukan untuk membantu memenuhi kebutah sehari-hari.
Desa Pananggahan sangat unik. Mayoritas beragama Kristen Protestan. Penduduk yang memeluk Islam hanya 6 jiwa. Namun, meski demikian, desa tersebut terlihat tentram dan damai bahkan masyarakat non-muslim ikut berpartisipasi mengembangkan objek wisata makam Syiekh Mahmud.
Sarana prasarana yang berada pada makam Syiekh Mahmud jika diurutkan dari pintu gerbang, yaitu terdapat parkiran kecil dan besar, tempat pembelian tiket, rumah tokoh masyarakat, musala, lokasi berdagang, kamar mandi umum, tempat wudu, dan anak tangga menuju makam. Keadaan sekeliling makam masih terbilang sederhana.
Harapan dari masyarakat dan para wisatawan terhadap pemerintah untuk menjadikan objek wisata ini lebih maju dengan fasilitas yang memadai. Hal tersebut mengingat Syiekh Mahmud adalah orang pertama yang menyebarkan Islam di Nusantara dan merupakan sahabat Nabi, sehingga diharapkan makamnya dapat menjadi wisata religi dunia.