PADA BULAN KELAHIRANMU
Senandung madah
Mengalun indah
Dari pelosok desa
Hingga ke kota-kota.
O, di bulan lahirmu kanjeng
Semua menyambutnya
Angin menyambut
Dengan kesiur
Daun menyambut
Dengan gemeresik
Ombak menyambut
Dengan debur
Sungai menyambut
Dengan gemercak
O, di bulan lahirmu kanjeng
Tiada henti bibir merayu udara
Untuk mencipta gema
Yang kerap kali
Mengalun di desa dan kota.
Payudan dung-dang, 2021.
CUKUP DENGAN BEKAS KAKIMU
Aku heran denganmu
Karena setiap kau kecup mata ini
Dengan bibirmu
Matahari seakan tak pernah ada
Dan hangatnya hanyalah kau yang mencipta.
Andaikan aku tak bisa
Menjadi seorang kekasih
Aku bersedia menjadi sandal
Yang sering kamu pijak
Rela bila seandainya aku terputus
Dan terbuang
Sebab bekas kakimu pada tubuhku
Sudah terlampau cukup
Untuk menjadi penopang hidup.
Payudan dung-dang, 2021.
RINDU ITU RACUN
Rindu itu racun
Yang terkandung pada malam
Datang setelah petang
Mengganggu
Merayu
Menyiksamu
Hingga kau lupa
Cara untuk memejam.
Rindu itu kejam,
Jika tak mampu
Jadilah kau seorang babu
Tapi jika bisa menjinakkannya
Maka kaulah sebenarnya cinta.
Sampang,2021.
TANYAKAN PADA LANGIT
Apa yang hendak disampaikan rembulan pada pepohonan
Hingga ia begitu berusaha naik lebih tinggi
Hanya demi menggapai daun dengan binarnya
Selalu ia memelas pada langit
Agar diberikan ruang lebih luas
Untuk sekadar bisa mengedarkan pandang
Dan setiap kali ia ditanya
“Ini semua untuk apa?”
Ia hanya menjawab
“Untuk bisa melihat lebih banyak pepohonan
Dan membuktikan bahwa benar-benar tak ada yang aku tinggal.”
Memang aku tak ikut campur perihal rembulan dengan pohon
Namun aku tak cukup lihai merahasiakan pertanyaan
“Sebenarnya apa yang hendak disampaikan rembulan pada pepohonan?”