Dalam kitab Uqud al Lujain disebutkan: “Idza Qama Dzakar al Rajul, Dzahaba Tsulutsa ‘Aqlihi.” Artinya, jika penis laki-laki sudah berdiri, maka hilanglah dua pertiga akalnya (Nawawi, 94). Ungkapan ini mencerninkan, semakin seseorang bernafsu, dikuasai berahi, maka akalnya semakin kecil dan dangkal. Mau profesor, doktkor, pemimpin, dan tokoh agama, jika sudah dikuasai berahi, maka kelakuannya akan sama dengan orang yang tidak berpendidikan. Menabarak aturan, etika, dan moral seperti orang tak beradab, karena akalnya tidak berfungsi maksimal.
Pernyataan tersebut tidak hanya berlaku dalam konteks nafsu berahi yang terkait dengan persoalan seksualitas, tetapi juga berlaku dalam konteks sosial secara umum. Misalnya, jika nafsu kekuasaan dan ambisi untuk menyerang lawan sudah sampai ke ubun-ubun, seperti layaknya nafsu berahi yang memuncak, maka akal akan menjadi dangkal dan sempit. Apa pun, perkataan dan tindakan lawan akan dijadikan bahan untuk menyerang. Akan dieksploitasi untuk menghasut dan membakar emosi massa, untuk menyerang dan bikin gaduh. Sekalipun, pernyataan tersebut benar secara rasional bahkan secara moral.
Apa yang terjadi dalam kasus ceramah KH Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq baru-baru ini merupakan bukti kebenaran pernyataan tersebut. Sekelompok orang yang memiliki ambisi kekuasaan dan nafsu kebencian yang memuncak telah melakukan tindakan agitatif yang merendahkan akal sehat. Kemudian, orang-orang yang berpikir dangkal dan pendek, dan mereka yang memiliki berahi politik tinggi, dengan mudah menerima provokasi berlabel agama ini.
Jika kita berpikir jernih, tanpa melibatkan nafsu, apa yang dinyatakan Gus Muwafiq itu sangat benar. Dia berusaha menjelaskan proses perjalanan hidup Nabi dengan bahasa sederhana, logika natural (alamiah), tidak bombastis dan mistis. Dia juga menjelaskan skenario Allah menjaga Nabi dengan menjadikan mereka sebagai bocah yang menjalani proses hidup normal dan alamiah. Suatu penjelasan yang sesuai dengan akal dan imajinasi anak-anak milenial, sehingga mereka mudah menerima.
Karena “Rembes”
Pemilihan diksi “rembes” adalah diskripsi atas kondisi natural anak kecil yang terjadi di mana-mana. Artinya, itu suatu hal yang normal terjadi pada anak kecil. Meski, Nabi adalah sosok manusia pilihan, namun beliau tetap mengalami proses kehidupan normal seperti itu, Dan memang tidak ada sejarah yang menyebut Nabi lahir dalam keadaan wajah yang bersinar; hanya dinyatakan Nabi lahir dalam keadaan langit cerah terang-benderang, alam dan pepohonan menunduk diam, bergembira menyambut kedatangan Nabi, sebagaimana digambarkan dalam beberapa kitab. Deskripsi itu bisa faktual dan bisa simbolik. Jika ada yang memaknai simbolik, kemudian membuat interpretasi yang logis dan natural, bukan berarti itu melecehkan Nabi.