KH Abdurrahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur adalah seorang waliyullah (Wali Allah). Demikian kira-kira pernyataan yang paling tepat untuk saat ini, setelah Beliau wafat, kembali ke hadapan Allah swt beberapa tahun yang lalu. Karena hakikat wali, sebagaimana dipahami secara awam, “La ya’lamul wali illal wali, tidak akan mengetahui kewalian seseorang itu kecuali seorang wali (lainnya) juga. Konsep kewalian adalah pangkat prestisius yang datangnya langsung dari Allah swt.
Gus Dur sebagai sosok seorang wali dapat dibaca dari berbagai realitas kehidupan Beliau saat sebagai orang biasa maupun sebagai seorang pejabat. Gus Dur menjadi presiden yang ke-4, dari tahun 1999-2021. Dalam mencalonkan diri sebagai presiden, Gus Dur memiliki keanehan (kejunelan) tersendiri. Karena dalam pengajuan sebagai calon presiden, orang yang bernama asli Abdurrahman Ad-Dakhil ini tidak sebagaimana biasanya. Ada kekhasan (baca: kewalian) dalam pencalonannya sebagai presiden.
Menurut Khafifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur saat ini, Gus mendaftar sebagai calon presiden di babak-babak akhir. Sehingga para pendamping Gus Dur merasa gelagapan untuk menyiapkan berkas. Seperti Surat Keterangan Sehat, Surat Berkelakuan Baik dari kepolisian, dan berkas-berkas lainnya. Waktu yang begitu mepet membuat mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Maka jalan keluarnya semua persyaratan itu ditandatangani sendiri oleh Gus Dur.
“Biar saya yang tanda tangan semua berkas itu,” demikian ucapan Gus Dur yang ditiru oleh Khafifah yang menangani langsung pemberkasan calon presiden yang suka humor ini.
Dan anehnya, semua berkas yang ditandatangani sendiri oleh Gus Dur lolos dan diterima dengan tanpa syarat. Artinya, di sini kita dapat membaca bagaimana seorang Gus Dur dapat melakukan hal yang di luar nalar. Berkas kepresidenan bukan persoalan mudah dan remeh-temeh. Tetapi akan menjadi mudah dan gampang ketika dilakukan oleh sosok waliyullah.
Di lain kesempatan, Mahfud MD menceritakan pengalamannya sendiri yang masih ada hubungannya dengannya dengan Gus Dur. Suatu ketika, saat Gus Dur telah resmi terpilih menjadi presiden, Mahfud diminta oleh presiden terpilih (Gus Dur) agar menjadi Mentri Pertahanan. Semula Mahfud mengira sebagai Menteri Pertanahan. Akan tetapi setelah dikroscek lebih lanjut, Menteri Pertahanan, bukan pertanahan.