Resolusi Jihad: Nasionalisme Kaum Sarungan

64 views

Sekira lima belas kiai berkumpul di rumah Wahab Chasbullah (1888-1971) di Kertopaten untuk mendiskusikan dan merumuskan langkah strategis mempertahankan akidah dan amaliah Islam, tradisi yang terganggu dengan munculnya ideologi transnasional yang diprakasai oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afgani.

Para kiai itu kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai langkah untuk mempertahankan paham Ahlu al-Sunnah wal Jamaah dan nasionalisme. Spirit nasionalisme itu lahir untuk menyatukan ulama dan tokoh agama dalam melawan segenap bentuk penjajahan. Semangat nasionalisme itulah yang menginspirasi nama Nahdlatul Ulama yang artinya “Kebangkitan Para Ulama” (Anam, 1998).

Advertisements

Organisasi masyarakat yang identik dengan kaum sarungan ini memainkan peran strategis dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Mengandalkan konsolidasi pondok pesantren dengan potensi santri dan kiai, NU mendorong semangat kebangsaan dan perlawanan terhadap penjajah melalui berbagai kebijakan politiknya. Seperti  Resolusi Jihad, penetapan Dar el Islam, penetapan Soekarno sebagai Wali al-Amr ad-daruru bi asy-Syaukah, dan partisipasi aktif merumuskan dasar negara (Piagam Jakarta).

Hal tersebut menjadi bukti historis yang menandakan pondok pesantren, kiai, dan santri merupakan variabel penting dalam semangat kehidupan berbangsa dan bernegara. Kiprah kebangsaan salah satu ulama terbaik Indonesia, KH Hasyim Asy’ari, akan selalu bersinergis dengan kehidupannya yang berlatar belakang pesantren. Beliau bisa memainkan peran sebagai seorang kiai, aktivis politik, dan pemimpin masyarakat yang memberikan banyak inspirasi untuk santri-santrinya.

Dalam menghadapi penjajahan Belanda, KH Hasyim Asy’ari melakukan perlawanan secara aktif, progresif, dan nonkooperatif. Kaum sarungan tidak lagi hanya belajar ilmu agama Islam, namun juga belajar bahasa Belanda, berpidato (bicara di depan umum), berhitung, dan ilmu bela diri. Tujuannya untuk menyiapkan kader santri berjiwa nasionalisme agar bersiap diri menyambut panggilan jihad membebaskan Indonesia dari cengkeraman penjajahan. Menjadi pasukan berani mati yang selalu siap memberikan segala potensinya untuk bangsa dan negara.

KH Hasyim Asy’ari juga mengeluarkan fatwa tentang haramnya umat Islam di Indonesia bergabung menjadi tentara Belanda. Sikap tegas inilah yang membuat dirinya memiliki pengaruh di kalangan masyarakat Indonesia, disegani kawan maupun lawan. Tapi, sikap politik yang nonkooperatif itu membuat tentara Belanda marah dan membakar pesantrennya pada tahun 1913.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan