SAJAK IHWAL SANTRI
pena-pena kami, saudara, bak tombak yang lesat
di antara semak aksara; dhabit makna, ragam
uraian, juga petuah kiai. pena, bagi kami,
tak tergantikan sebagai senjata utama
tuk menakhlukan i’rab di baris akhir
dalam nahwu, menentukan qhata’
qawafi dan menimbang
bahar dalam arudh.
kitab-kitab kami, saudara, tak serupa komik
milikmu yang menawarkan visualisasi apik
dan pukau—meski tak jarang, kami juga
menikmatinya di kala senggang
curi-curi kesempatan.
kitab-kitab kami, saudara, tak serupa seri-seri Rowling
dan Tolkien yang kau jejerkan di bagian teratas lemari
kacamu—sebab berjilid-jilid kitab yang kami punyai
hanya dijejerkan sekenanya di atas lemari kayu.
tapi, daya imajinasi kami terlatih dengan baik manakala
membaca ragam kisah-kisah fiksi dalam nawaadir dan
kisah alf lailah wa lailah. daya puitis kami teruji dalam
diwan-diwan nabighah, mutanabbi, umru qais, sampai
as-syafi’i pena—kitab adalah sepasang abdi yang patuh.
kami dan keduanya adalah karib yang ditakdirkan selagi
ruh masih semayam dalam selembar tubuh.
2023.
SAJAK IHWAL KIAI
kami diajarkan secara detail makna kasih sayang. tak
sekadar teori atau ujaran belaka, melainkan tindakan
yang nyata pada sesama. kepada siapa pun: muslim
nonmuslim, hewan, tumbuhan dan semesta raya. kiai
kiai kami tak sekadar mengajarkan varian ilmu alat,
fiqih, aqidah dan tasawuf. mereka pendidik terbaik
yang mengarahkan kembara-kelana asuhnya agar
dekat sebagaimana perilaku mulia kanjeng nabi.
“apalah arti ilmu berpuluh-puluh bukit, bila tiada
ditunaikan dengan hati yang tulus dan berbudi baik,”
begitu dawuhnya, berulang kali, ketika kami mengaji.
mengutamakan akhlak karimah; tiada bersitegang