/Rindu Kupu-kupu
Kemarin, ada kupu-kupu yang terbang mengelilingi rindumu. Ia hinggap dari satu ranting rindu ke ranting rindu. Ia mencari-cari putik bunga, bunga rindu, di mana kau harus menyimpan sarinya. Saripati rindu. Ia tak menemukannya. Sari itu tak ada di sana. Bunga-bunga tak lagi menyimpan sari rindunya. Mungkin kumbang-kumbang lebih dulu datang. Kupu-kupu itu terbang lagi, ke sana kemari, mengikuti garis edar kenangan. Sampai ditelan awan.
/Kodok di Teritis Surga
Lalu gerimis ritmis. Debu-debu luruh dari daun-daun yang terbasuh. Tanah becek. Tanah tergenang. Seekor kodok melompat-lompat membawa tubuhnya yang berat. Ia menghindari genangan dingin. Ia mencari kehangatan di teritis langgar. Di bawah jendela usang. Di sana ia diam sendirian ditemani ritmis gerimis. Ia tak menyadari, di balik jendela yang basah oleh gerimis, seorang anak berdiri, mengalunkan lirih suara azan. Sayup-sayup yang membuat kodok khusyuk. Dibiarkannya tempias gerimis menyelimuti tubuhnya. Saat alunan azan berakhir, kodok itu menggigil, serasa mencari kehangatan di teritis surga.
/Laron yang Kesepian
Lalu hanya sepasang neon menerangi malam yang dirindukan. Langgar tua itu suwung dari laron yang merubung. Hanya seekor laron yang merasakan kesepian itu. Ia mencoba terbang ke sana kemari, berharap ada teman untuk merayakan malam yang dirindukan. Tapi kupu-kupu yang merindu telah ditelan awan. Laron-laron yang periang telah tak bersarang. Laron itu mencoba terbang tinggi menggapai sepasang neon, untuk merayakan datangnya malam yang dirindukan sendirian. Tapi sayapnya tak kuasa membawanya terbang lebih tinggi. Ia terempas ke jendela usang, lalu jatuh di tanah basah, di depan mulut kodok yang sedang menggigil kedinginan.