Sebagai salah satu pondok pesantren yang masih tumbuh dan berkembang hingga saat ini, Pondok Pesantren Islam Putri Azzahra di Bondowoso adalah salah satu benteng bagi masyarakat di Kampung Arab dan sekitarnya dalam mempertahankan nilai-nilai Sunni. Kalau diibaratkan, pondok yang diahirkan dari perjuangan sosok ulama perempuan ini, seperti kiblat yang menyatukan masyarakat yang berpaham sunni.
Sedikit mengulas sebuah fenomena akhir tahun 1900-an di mana rezim Orde Baru diruntuhkan. Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Diskriminasi, kekerasan, intoleransi beragama kian tumbuh subur. (Khusna Amal, Fajar, Islamika Inside, 2019) Beberapa aliran agama kian menampakkan jati dirinya. Salah satunya adalah kelompok Syiah yang mulai gencar menampakkan aksinya di Bondowoso, Jawa Timur.
Penyebaran Syiah di Bondowoso dipelopori oleh Habib Hamzah Al-Habsyi, yang secara terang-terangan mengaku sebagai syi’i pada tahun 1980-an. Hal ini bermula sebagai dampak dari Revolusi Iran di Indonesia. Sebagai seorang yang diakui keimanannya serta popularitasnya, Habib Hamzah tetap dihormati oleh masyarakat Kampung Arab dan sekitarnya. Hal ini menjadi dongkrak mencuatnya gerakan penyebaran Syiah tidak hanya di Kampung Arab, namun juga meluas ke beberapa kecamatan lain, di antaranya di Jambesari dan Tlogosari. (Kuni Nurhidayah, Skripsi 2021).
Gerakan penyebaran aliran Syiah yang begitu halus dan damai, menjadi salah satu faktor proses penyebarannya mudah diterima. Mereka aktif berdakwah melalui majelis-majelis taklim, diskusi kecil hingga aktivitas sosial lainnya. Yang paling popular, mereka menggunakan warung-warung kopi, dikemas santai serta nyaman untuk menjaring para kaum muda. Sebagaimana disebutkan dalam skripsi Kuni Nurhidayah, Kiai Hasan dari Pesantren Al-Maliki Koncer menyampaikan bahwa dakwah Syiah memang cukup aktif, sehingga tidak sedikit dari masyarakat yang akhirnya ikut terjaring.
Semenjak teridentifikasinya Habib Hamzah sebagai syi’i, tentu hal ini menjadi penyebab adanya segmentasi aliran, yaitu Sunni dan Syiah dalam golongan Alawiyyin. Uniknya, hal tersebut tidak lantas menjadikan adanya sebuah konflik di tengah-tengah golongan Alawiyyin. Mereka tetap hidup berdampingan dalam bermasyarakat. (Kuni Nurhidayah, Skripsi 2021).