Folklor, Agama, dan Ekologi*

140 kali dibaca

Aku ingat semasa kecil bagaimana di desa terdapat pohon besar tinggi menjulang dengan hutan kecil di sekelilingnya. Meskipun tidak ada ritus khusus, namun warga menganggap sakral tempat tersebut. Bahkan, konon sebelum dibuka oleh seorang ulama dikatakan bahwa hutan tersebut jalma moro jalmo pati. Hingga saat ini, hutan kecil di pinggiran desa tersebut masih terjaga. Bukan tanpa alasan, 70 persen pasokan air desa kami berasal dari tempat tersebut.

Kesadaran terbentuk. Bukan karena setan, danyang, peri, atau lelembut lainnya, tapi kesadaran ini muncul karena secara naluriah mereka menganggap alam adalah hal yang suci. Semua manusia bergantung pada alam dan dari alam mereka dapat hidup. Kesadaran yang terbentuk ini melebihi sains modern. Kesadaran ini terbentuk turun-temurun sebagai cara menjaga ekosistem lingkungan.

Advertisements

Pembahasan ini tidak untuk menumpang-tindihkan antara ilmu pengetahuan (logos) dan legenda (myths). Namun menyelaraskan bagaimana keduanya dapat berdampingan. Kita mengingat tulisan Karen Amstrong dalam bukunya Sacred Nature. Melalui pendekatan historis Amstrong, kita akan tahu bagaimana tradisi manusia dalam berbagai macam agama dan kepercayaan memandang alam.

Amstrong dalam bukunya menggambarkan alam sebagai hal kudus. Jutaan kawasan ini tersebar di belahan dunia. Konservasi berbasis agama dan kepercayaan seringkali lebih efektif dalam menjaga kelestarian. Terciptanya keberlangsungan tempat ini merupakan bukti bagaimana agama dan kepercayaan mampu menjadi alat konservasi berbasis masyarakat. Karena semakin penting sebuah wilayah, maka semakin dikeramatkan dan semakin dijaga.

Lalu bagaimana kemudian Islam memandang hal ini. Mayoritas umat Islam cenderung menghindari takhayul-takhayul semacam ini. Namun, belum ada langkah konkret dalam menjaga keseimbangan ekologi. Hablum minal alam, hubungan dengan alam, seringkali dijadikan sebagai rapalan belaka. Praktik dari ajaran sampai pada lapisan lisan, bukan perbuatan. Banyak dari kita mungkin pandai berbicara tentang sains moderen dan Al-Qur’an berkaitan dengan ekologi. Kita menolak cara-cara kuno dan menganggapnya sebagai kemusyrikan.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan