Para sastrawan dari negeri-negeri serumpun akan mengikuti acara Temu Karya Serumpun di Jember, Jawa Timur, pada 25-26 Oktober 2025. Mereka adalah para penulis yang karya puisinya lolos kurasi “Antologi Puisi Temu Karya Serumpun 2205”.
‘Semua penulis akan diundang untuk mengikuti Temu Karya Serumpun pada tanggal 25-26 Oktober di Jember. Selain dapat buku gratis, kami juga menyediakan penginapan, konsumsi, dan akomodasi lokal,” ujar Siswanto, ketua panitia, dalam siaran persnya seperti dikutip duniasantri.co, Selasa (7/10/2025).

“Antologi Puisi Temu Karya Serumpun 2205” mengambil tema besar “Semesta Ingatan: Trauma dan Imaji Kebebasan”.
Agenda sastra lintas negara di kawasan Asia Tenggara ini berhasil menjaring 1.146 judul puisi dari 380 penyair, baik dari dalam negeri (Indonesia) maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Patani/Thailand, dan Timor Leste.
Dari jumlah tersebut, 370 puisi dari 253 penyair dinyatakan lolos kurasi dan akan diterbitkan tahun ini. Adapun, kurator yang terlibat yakni Akhmad Taufiq, Acep Zamzam Noor, dan Mashuri.
Menurut Akhmad Taufiq, penanggung jawab sekaligus kurator, capaian ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan edisi sebelumnya, Tanah Tenggara (2023), yang hanya menghimpun 744 puisi dari 246 penyair.
“Antusiasme penyair di kawasan Nusantara, terutama Asia Tenggara, sungguh luar biasa. Padahal, sebelumnya kami sempat khawatir partisipasi akan menurun karena padatnya kegiatan sejenis,” ujar Taufiq.
Ia menambahkan bahwa peningkatan ini menjadi bukti kuat bahwa semangat kepenyairan lintas batas di Asia Tenggara masih hidup dan terus berkembang.
Lebih lanjut, Taufiq menjelaskan bahwa kurasi dilakukan dengan mengacu pada tema besar yang diangkat. Tema “Semesta Ingatan: Trauma dan Imaji Kebebasan lahir dari refleksi panjang atas berbagai tragedi kemanusiaan yang masih berlangsung hingga kini, baik dalam skala lokal maupun global,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa antologi ini bukan sekadar kumpulan puisi, melainkan ruang reflektif penyair yang merekam, mengamati, dan mengekspresikan penderitaan serta harapan manusia melalui estetika bahasa yang puitik.