Salah satu yang menyedot perhatian dalam acara Semaan Puisi dan Haul Sastrawan 2025 adalah Mutiara Sani. Dalam acara digelar di Makara Art Center Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025) Mutiara hadir sebagai istri almarhum Asrul Sani, sastrawan-budayawan yang menjadi tema acara.
Mutiara Sani merupakan aktor film dan teater yang sangat populer di era 1970-1990-an. Jebolan Teater Populer pimpinan Teguh Karya ini banyak membintangi film-film dan drama bermutu, di antaranya Bulan di Atas Kuburan. Ia memperoleh Piala Citra Festival Film Indonesia sebagai Aktris Terbaik untuk perannya di film Kemelut Hidup (1978). Saat masih di dunia peran itulah, Mutiara bertemu dengan Asrul Sani yang kemudian menikahinya pada 1972.

Ketika diminta memberi sambutan dalam acara Semaan Puisi dan Haul Sastrawan 2025, Mutiara yang kini sudah berusia 80 tahun mengaku senang berada di antara komunitas sastrawan. Lebih-lebih, banyak hal yang belum diketahui tentang suaminya yang terungkap dalam acara ini.
Pada sesi sebelumnya, sastrawan Jamal D Rahman memang memberikan orasi budaya yang berjudul “Asrul Sani: Jalan Wasatiah Kebudayaan Indonesia”. Dalam orasi inilah, Jamal D Rahman melakukan studi retrospeksi terhadap sosok yang mendirikan Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama. Dalam orasinya, Jamal D Rahman banyak mengungkap sisi-sisi kehidupan Asrul Sani.
“Mendengar orasi tadi, saya baru sadar ternyata banyak yang tidak saya ketahui tentang suami saya. Mungkin ketika saya ada, hal-hal tersebut sudah menjadi masa lalu,” ujar Mutiara.
Tapi, salah satu yang paling diingat Mutiara, ia bisa menjadi sosok perempuan tangguh seperti apa adanya karena pergulatannya saat memerankan tokoh-tokoh yang dibangun Asrul Sani baik dalam film maupun teater.
“Saya jadi Mutiara sekarang ini, karena (memerankan) tokoh yang semua dia tulis baik dalam film maupun teater. Kalau tidak, saya tak menjadi seperti sekarang ini,” ujarnya.
Kenangan lain yang diingat Mutiara adalah betapa Asrul Sani merupakan sosok yang terus berkarya hingga masa-masa akhir kehidupannya. Bahkan, saat kesehatannya sudah menurun dan hanya bisa berbaring di tempat tidur, ia masih menulis karya terakhirnya, yaitu naskah drama tentang peran penting perempuan dalam membangun peradaban.
