Sejak Imam Nawawi dikenal orang-orang lintas negara karena kealiman dan kearifannya, santri-santri dari indonesia semakin banyak yang belajar ke Mekkah al-Mukarromah. Dari sanalah Imam Nawawi menjadi cikal bakal lahirnya ulama-ulama besar di Nusantara.
Syeikh Kholil Bangkalan dan Syeikh Ahmad Khatib al-Minagkabawi termasuk yang sezaman dengan Syeikh Nawawi ketika menuntut ilmu di Mekkah. Juga Syeikh Mahfuzh Tremas, ulama kharismatik yang bermukim di sana. Generasi setelahnya adalah Syeikh Hasyim Asy’ari dan Syeikh Ahmad Dahlan, yang menjadi tokoh pendiri dua organisasi Islam terbesar di Indonesia hingga saat ini, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Buku ini memaparkan kepada para pembaca jaringan ulama Nusantara yang saling berhubungan antara guru dan murid, berasal dari berbagai wilayah Timur hingga Barat sehingga membentuk basis keilmuan merata hampir di seluruh Nusantara. Diwarnai penjajahan Belanda dan Jepang, semangat revolusi dari para tokoh agama ini membakar semangat para ulama untuk terus mensyiarkan agama Islam dan melawan kezaliman atas rakyat.
Sejarah tidak akan hilang dari ingatan. Ia akan terus terngiang dalam estafeta perjuangan. Seperti kata Bung Karno, mereka yang belajar sejarah, merekalah yang akan memegang masa depan. Dengan ketekunan belajar, riyadhoh yang panjang, ta’zhim yang besar, mereka menjadi garda terdepan dalam syiar agama, juga tradisi menulis yang tiada bosan, tiada henti, sebagaimana prinsip yang dipegang oleh Imam Zarkasyi, Pendiri Pondok Modern Gontor.
“Jika tersisa 10 murid, saya akan bertahan mengajar, sampai satu orang murid pun, saya akan terus mengajar. Bahkan jika tidak ada murid sekalipun, saya akan mengajar dengan pena,” begitulah ungkapan semangat juang Imam Zarkasyi.
Satu per satu mereka meninggalkan kita, namun perjuangan dan buah pemikirannya akan terus hidup di bumi pertiwi ini.
Data Buku:
Judul buku: 50 Pendakwah Pengubah Sejarah
Penulis: M. Anwar Jaelani