KITAB PUISI BUAT KEKASIH
di halaman pertama kitab puisiku
Kaulah yang pertama kusebut
dan tak pernah berakhir gaungnya
hingga halaman terakhir
maka di hadapan rahasia
kelak bersaranglah namaku
yang membilang nama-Mu
tak henti-henti menulis kita berdua
di hati para salik yang mengaji kata-kata
MENUJU-MU
meski hujan menderas
langkahku menuju-Mu begitu keras
dan tak takut basah kesendirian
seolah yang lain dari rinduku
telah menjelma sungai
yang terus setia menuju laut-Mu
dan menjadi gelombang
menciptakan buih-buih keindahan
pada tepian takdir
dan pasir-pasir waktu mengaku
telah begitu menyesal berbuat dosa dan kesalahan
sehingga pada malam, ia terus memainkan
detik-detik kejatuhan butir-butir airmata
SOLILOKUI
hidup; sebuah peta hitam yang tak terbaca
gedung-gedung berdiri bagai keranda
maut berjalan dari tahun-tahun yang hening
dari tubuh yang keringan
tak ada yang pernah memberiku hijau
waktu seperti burung-burung lapar
yang membutuhkan sarang
tapi semua ruang sempit
dan hati begitu gamang
waktu telah pupus seperti setangkai bunga
seperti jarum menusuk bangkai-bangkai usia
masa depan tak ada di tangan
sebab semua harapan terampas
dan kemanusiaan kerontang di belangga
bagai nganga bagi pandang yang muram
dan terik seakan tak pernah terusir
bagaimana detik bumi
memulihkan kesakitan jiwaku
dan pohon-pohon menghitam
di gunung-gunung
kembali semula pada-Mu
Kekasih yang Mahakasih, merindu yang Maharindu, menulis kitab mahabbah di pojok-pojok taman surga.