Pondok pesantren memang dikenal sebagai pusat pendidikan agama, terutama dengan kajian kitab-kitab kuningnya yang menjadi salah satu ciri khasnya. Namun demikian, di lembaga pendidikan agama yang usianya telah berabad-abad ini, para santri ternyata juga telah cukup akrab dengan dunia sastra, atau kegiatan-kegiatan yang berbau sastra. Bahkan, banyak sastrawan dan budayawan hebat yang lahir dari lingkungan pondok pesantren.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Sangat mungkin, karena pengertian sastra itu sendiri, sesuai definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berrarti bahasa, dalam pengertian kata-kata, atau gaya bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Dengan demikian, hampir semua kegiatan di pondok pesantren sesungguhnya bersinggungan dengan sastra itu sendiri.
Karena itu, meskipun mungkin banyak yang masih mengira bahwa santri di pondok pesantren hanya belajar mengenai ilmu agama, namun pada kenyataannya banyak keterkaitan sastra yang terjadi dalam kehidupan pondok. Bahkan, sejumlah jenis atau genre karya sastra cukup popular di kalangan santri, di antaranya adalah puisi, pantun, novel, dan drama.
Dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pondok pesantren, biasanya para santri sering membaca novel untuk menghalau kebosanan yang sesekali merundung. Hal ini terjadi karena biasanya di pondok pesantren santri memang tidak diperbolehkan membawa gadget, sehingga para santri lebih memilih membaca novel. Meskipun novel yang biasanya dibaca bergenre islami, tidak dimungkiri juga bahwa dengan adanya novel bisa melibatkan perkembangan sastra di pondok pesantren.
Selain novel, pantun adalah karya sastra lisan yang pada umumnya di pondok digunakan dalam kegiatan pidato atau muhadharah. Pantun tersebut bisa membuat segar pendengar sekaligus pencair suasana. Biasanya, pantun yang digunakan terkandung sapaan sekaligus nasihat untuk para pendengar sesama santri.
Biasanya, karya sastra semisal puisi, pantun, dan drama ditampilkan saat ada acara-acara khusus pondok pesantren. Misalnya, pertama, pada acara panggung gembira. Biasanya, acara seperti ini diadakan besar-besaran setiap tahun. Acara ini biasa menampilkan pertunjukan para santri dengan tema yang sudah ditentukan. Acap kali acara ini menampilkan pertunjukkan puisi (puisi berantai, musikalisasi puisi, dan lain-lain) dan drama.
Kedua, pada acara milad pimpinan pondok pesantren. Para momen seperti ini, biasanya santri akan membacakan puisi yang dipersembahkan atas rasa hormat, takzim, dan terima kasih. Puisi yang digunakan adalah musikalisasi puisi.
Ketiga, pada acara milad pondok pesantren dan Hari Santri. Pada momen seperti ini, biasanya para santri yang diberi kebebasan untuk memilih penampilan yang akan ditampilkan. Acara tersebut biasanya menampilkan pembacaan puisi, musikalisasi puisi, pertunjukan drama, dan penampilan pantun yang terselip dalam pidato atau ceramah.
Dari ketiga momen tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa sastra sangat berpengaruh dalam lingkungan pondok pesantren, mulai dari sastra lisan maupun sastra tulisan. Dalam hal ini tak dapat dimungkiri bahwa sastra memiliki peran yang sangat penting untuk para santri dalam pembelajaran. Meskipun akses yang dimiliki santri terbatas, tidak seperti siswa lainnya yang bisa googling terkait sastra, namun tidak menyurutkan semangat santri untuk bersastra. Bahkan santri bisa kreatif menciptakan sastra puisi dan novel pribadi.
Dengan akrabnya lingkungan santri pada aktivisme sastra itulah, wajar jika juga banyak sastrawan atau orang-orang yang mencintai dunia sastra dari kalangan pesantren. Namun demikian, aktivisme sastra di lingkungan pondok pesantren harus terus dipupuk dan dikembangkan agar sastra pesantren bisa mewarnai dunia santra di Indonesia.