Sebagai santri yang pernah mondok dan mengenyam pendidikan di pesantren selama kurang lebih satu dekade, yakni dari jenjang madrasah tsanawiyah sampai perguruan tinggi, saya merasa banyak sekali nilai-nilai kesantrian yang diajarkan oleh pondok. Misalnya kedisiplinan, atau dalam Islam disebut istikamah.
Kedisiplinan yang diajarkan di pondok pesantren itu misalnya membiasakan para santri salat berjemaah fardhu di awal waktu, budaya mengantre saat mandi, berwudhu dan memasak, mengikuti jam belajar pada jam-jam yang telah ditentukan, membiasakan membuang sampah pada tempatnya, meminta izin kepada pengurus atau pengasuh saat hendak keluar pondok, berkata-kata yang sopan, mengikuti kerja bakti bersama seminggu sekali, membiasakan diri memanggil salam saat hendak masuk dan keluar dari kamar, menutup aurat dari ujung rambut sampai kaki saat hendak keluar kamar, dan masih banyak lagi.
Hal itu tentu mempunyai dampak positif terhadap kehidupanku saat ini, baik dalam kehidupan pribadi sebagai human being yang dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri, atau dalam kehidupan bermasyarakat sebagai social human yang menjaga norma-norma kesusilaan, serta sebagai human learnig yang secara terus menerus belajar dan menempa diri dengan ilmu pengetahuan dan amal, agar memahami filosofi mendalam dari esensi diri sendiri, sehingga menjadi insan kamil (manusia seutuhnya).
Untuk menanamkan sikap disiplin kepada para santri, biasannya pengurus pondok, atas rekomendasi pengasuh, akan menerapkan sanksi-sanksi bagi santri yang melanggar aturan pondok. Hal itu bertujuan untuk membuat efek jera, yang pada akhirnya akan membuat para santri terbiasa menjalani kebiasaan hidup secara disiplin.
Saya sering diwanti-wanti oleh ayah dan ibu agar selalu patuh terhadap semua peraturan pondok agar ilmu yang aku dapatkan nanti barokah dan manfaat, karena pengasuh atau bu nyai biasanya akan senang kepada santri yang jarang melanggar, sehingga kata ibu, rasa senang guru akan membuahkan ilmu yang diridai oleh guru dan juga oleh Allah.