Pemahaman tentang ketuhanan adalah dasar pandangan hidup. Pandangan hidup merupakan cara pandang manusia tentang berbagai konsep dasar, seperti manusia, alam semesta, kehidupan, keadilan, dan banyak lagi. Tidak jarang muslim awam hanya selesai pada iman kepada Allah, namun apa dasar selanjutnya untuk beriman kepada-Nya? Kerangka pemahaman iman seperti apa?
Dalam khazanah keilmuan Islam, terutama yang berada dalam wilayah Indonesia, secara umum menganut paham teologi Asyariyah. Salah satu ajaran yang direkomendasikan secara khusus oleh ulama tersohor pada saat itu, KH Hasyim Asy’ari.
Teologi Asyariyah merupakan sebuah aliran yang pola gerakan dakwahnya sangat menolak paham Muktazilah dan Syiah. Hal ini disebabkan ajaran geneologi Imam Asy’ari meliputi pembahasan subtansi (jauhar), aksiden (‘ard), dan lainnya. Dua tema yang terus dibahas ulama selama berabad-abad dalam kajian kalam, falsafah, serta tasawuf.
Metode atau kajian Imam al-Asy’ari yang ditulis dalam lembaran sejak 1100 tahun lalu terhimpun di dalam kitab al-Luma. Kitab klasik yang bertujuan mengkritisi bantahan-bantahan aliran kelompok Islam dengan memakai tanya jawab.
Konteks kemunculan kitab ini berawal dari polemik atas kondisi akidah umat Islam pada abad ke-9 Masehi. Ketika itu aliran Muktazilah, Qadariyah, Khawarij, dan Syiah menjadi pegangan masyarakat. Keempatnya merupakan aliran yang diklarifikasi keluar dari ajaran Ahlusunnah wal jamaah. Salah satu faktor bantahan pemikiran mereka adalah cara menginterpretasi akidah Islam, bahwa metode menganalisa akidah harus dilakukan dengan menggunakan konsep rasionalitas yang utuh.
Al-Luma menghadirkan narasi tentang mengapa seseorang harus mengimani keberadaan Allah yang Maha Esa. Hal ini disebabkan banyaknya orang-orang orientalis yang membelokkan pemahaman akan wujud Tuhan. Bahkan sampai kepada taraf tiada Tuhan di alam semesta. “Manusia berada pada puncak kesempurnaan, sebelumnya berupa nuftah, lalu bermetamorfosa menjadi segumpal darah; berarti hal itu lebih jelas menunjukkan akan adanya pembuat dan mengubahnya dari satu kondisi ke dalam kondisi lain”. (hlm 4-5)