Qâla muhammadun huwa ibnu mâliki…
Penggalan bait di atas sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ya, benar. Itu adalah penggalan dari bait pertama Nadhom Alfiyah yang sangat masyhur di kalangan pesantren. Nadhom karangan Imam Muhammad Ibnu Malik yang terdiri dari 1002 bait ini sangat populer di kalangan pesantren. Tidak hanya sebagai pembelajaran, nadhom berirama bahr rajaz ini juga banyak diambil sisi seninya untuk sekadar dilantunkan.
Sebagai nadhom, poin-poin ilmu nahu di dalamnya tentu disampaikan dengan singkat dan padat, sekaligus menjadi ringkasan dari penjabaran-penjabaran yang panjang. Seperti halnya kitab-kitab nahu yang lain, Nadhom Alfiyah juga terdiri dari bab-bab yang urut dan saling berkesinambungan.
Dalam memulai sesuatu, sudah sepantasnya diawali dengan pembukaan. Begitu pula dengan Nadhom Alfiyah ini. Bab ataupun bagian pertama dari Nadhom ini adalah Mukadimah. Mukadimah ini terdiri dari 7 bait yang berisi semacam sambutan dari pengarang, seperti ucapan syukur dan selawat, definisi Nadhom Alfiyah, dan juga sedikit kilas balik tentang penulisan nadhom ini. Ada hal yang menarik pada bait ke-5 dan ke-6 dalam mukadimah Alfiyah ini. Kurang lebih seperti ini artinya:
•Alfiyah ini banyak disukai dan lebih unggul daripada Alfiyah-nya Imam Ibnu Mu’thi
•Imam Ibnu Mu’thi mendapat keutamaan karena lebih dahulu memprakarsainya, dan aku pun (Imam Ibnu Malik) memuji beliau
Bait ke-5: Alfiyah ini banyak disukai dan lebih unggul daripada Alfiyah-nya Imam Ibnu Mu’thi
Bait kelima dalam Mukadimah Alfiyah menyatakan bahwa Nadhom Alfiyah yang dikarang oleh Imam Ibnu Malik lebih baik dari Nadhom Alfiyah yang dikarang oleh Imam Ibnu Mu’thi. Jika kita membaca secara sekilas, maka tentu kita mengira bahwa pengarang membandingkan nadhom karangannya dengan nadhom karangan ulama lain. Tidak hanya membandingkan, bahkan pengarang menganggap bahwa nadhom karangannya lebih baik dari nadham yang lain tersebut.