Ar-Raudhah, Geliat Pesantren Terpadu di Sumenep

378 views

Ar-Raudhah pada awalnya merupakan yayasan yang menaungi di bidang travel umroh dan haji. Namun seiring perkembangan waktu, masyarakat memberikan kepercayaan kepada Kiai As’adi Syarqawi untuk mendirikan pesantren. Kemudian, pada tahun 2012 Kiai As’adi Syarqawi merespons permintaan tersebut. Akhirnya berdirilah Pesantren Ar-Raudhah terpadu dengan konsentrasi di bidang Tahfidzul Qur’an dan kajian kitab kuning.

Penamaan Ar-Raudhah, berawal dari kontemplasi KH As’adi Syarqawiyang. Pada waktu itu, Kiai As’adiberada di dalam Raudhah Madinah al-Munawarah yang berdekatan dengan makam Rasulullah Saw. Itulah yang mengilhami Kiai As’adi memberi nama yayasan tersebut dengan “Arraudhah”, dengan harapan Arraudhah yang ada di Sumenep ini akan membawa berkat, ketentraman jiwa, kedamaian seperti halnya Arraudhah yang ada di Madinah al-Munawarah.

Advertisements

Sementara, penamaan pesantren terpadu karena memang diniatkan untuk menggabungkan antara kurikulum yang diterbitkan oleh Kementerian Agama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, juga memadukan amaliyah diniyah dan umum, seperti santri wajib salat tahajud serta melakukan olah raga.

Pondok Pesantren Ar-Raudhah berada dipinggiran kota Sumenep, Madura, Jawa Timur. Persisnya berada di Jalan Lingkar Barat 88,  Desa Gedungan, Kecamatan Batuan, Sumenep. Menelusuri pesantren yang baru berdiri ini, penulis menemukan berbagai praktik amaliah yaumiyah yang tidak ditemukan di pesantren lainnya. Di antaranya, setiap santri dibekali bagaimana menjadi imam yang baik dalam salat tarawih, menjadi khatib salat Jumat, serta amalan-amalan kegamaan yang lumrah terjadi di masyarakat, sepertih tahlilan, saalat jama’, dan lainnya.

Selain itu, yayasan ini juga menaungi lembaga formal dan nonformal, seperti SMPI, SMAI, dan MDT Ar-Raudah. Siswa dan siswinya tidak hanya santri yang mondok, namun juga masyarakat sekitarnya. Kegiatan belajar mengajar di SMPI dan SMAI Ar-Raudhah dimulai dari pukul 7 hingga jam 1 dengan materi agama 30 persen. Karena materi agama sudah terwakili di madrasah diniyah sore.

Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Ar-Raudhah yang hanya berlangsung 90 Menit tiap hari dengan sistem semester, lebih mengutamakan Ilmu pengetahuan Agama. Seperti Ilmu Tauhid, Tajwid, Akhlaq, Tarikh, Fiqih, Ilmu Hadits, Khat Jamil, Nahwu dan Sorrof dan Bahasa Arab. Karena Bahasa Arab Lughatul Jannah (bahasa surga) Lughatul Quran (bahasa qur’andan Lughatus Sholati (bahasa sholat). Tujuan dari didirikannya untuk mencetak generasi penerus yang cerdas, inovatif dan berakhlaqul karimah sesuai nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam.

Salah satu pengajar di madrasah diniyah Pesantren Arraudhah, ustaz Usmuni, mengatakan, bahwa metode tahfizul qur’an yang diterapkan di Pesantren Arraudhah menggunakan metode murajaah (setelah hafal mengulangi kembali). Metode ini sangat cocok untuk anak usia belia, karena di pesantren ini santrinya beragam umur, mulai dari umur 7 tahun hingga belasan tahun.

Saat ini, jumlah santri yang mukim berkisar 150 santri, terdiri 50 santri putra dan 100 santri putri. Mereka berasal dari berbagai daerah yang ada di Kabupaten Sumenep, baik daratan maupun kepulauan.

Dilihat jumlah santrinya, memang pesantren ini termasuk pesantren kecil, sebagaimana pendapat, (Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1994, h. 18 kalau melihat dari segi kuantitas pesantren ini kecil). Namun, dari segi kualitas pesantren ini sudah maju, karena penulis melihat sendiri betapa multitalentanya santri di bawah asuhan Kiai As’adi ini. Mereka bisa memimpin menjadi imam salat, tahlil, dan baca tartil dengan fasih.

Ketika penulis menemui salah satu santri yang bernama Dani, asal Lobuk, di teras Masjid Ar-Raudhah, dia mengatakan, “Saya mondok d isini sudah dua tahun. Alhamdulillah saya sekarang sudah hafal 8 juz. Tujuan saya menghafal Al-Qur’an untuk membahagiakan kedua orang tua. Selain itu, agar keduanya kelak akan dimasukkan surga oleh Allah, serta ingin mengumrohkan keduanya.”

Pernyataan itulah yang membuat hati penulis terenyuh. Sehingga mengingatkan penulis akan perkataan Kiai Syafi’ie Ansori, waktu mondok dulu, bahwa orang yang hafiz qur’an dapat menjamin 10 keluarganya kelak akan dimasukkan surga.

Jam menunjukkan pukul 4 sore, dan perbincangan antara penulis dengan Dani terus berlanjut. Penulis bertanya, “Ada berapa orang yang sudah hafal 30 juz?”

“Dari seluruh santri, baik putra maupun putri, sudah ada dua orang yang hafal Qur’an dengan tahqiq, Mistari Berasal dari Lobuk, Firdausi dari Kolor,” ungkap Dani kepada penulis.

Tidak hanya itu, dia merasa sangat bahagia mondok di sini, karena selain memperdalam tahfiz al-Qur’an, Ar-Raudhah juga fokus dalam kajian-kajian kitab kuning, seperti Ulum al-Qur’an, ilmu nahu, dan kitab-kitab lainnya. Jadwal kajian kitab kuning bergiliran setiap hari. Misalnya, jam empat sore ngaji Imriti dan Kailani, bakda salat Isya mengaji kitab Ulumul Qur’an yang dibimbing langsung oleh pengasuh.

Pondok Ar-Raudhah juga terbilang tertib dan menerapkan disiplin ketat. Santri yang melanggar tidak melaksanakan salat lima waktu, misalnya, akan disanksi dengan membersihkan kaca yang ada di pondok. Yang tidak salat tahajjud, sanksinya menyiram tanaman-tanaman di pondok. Tidak ikut kegiatan wajib, maka sanksinya membersihkan kamar mandi dan toilet-toilet pondok. Ada berkisar 11 jenis pelanggaran dan sanksinya yang perlu ditaati.

Harapan Kiai As’adi kepada santrinya, ketika bermasyarakat mampu menjadi imam yang hafiz Al-Quran. Kiai As’adi mengaku betul-betul memberikan waktu semaksimal mungkin kepada para santri untuk menghafal Al-Quran, setidaknya mulai SMP hingga lulus SMA mereka sudah hafal 30 juz. Sedangkan, yang baru masuk SMA setidaknya bisa menghafal 15 juz.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan