Artificial Intelligence, Ancaman atau Peluang?

553 kali dibaca

Kemajuan teknologi telah membawa kita pada era di mana kecerdasan buatan atau yang juga disebut dengan Artificial Intelligence (AI) memainkan peran yang semakin signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran AI menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai dampaknya terhadap sisi kemanusia. Salah satunya adalah, “Apakah AI akan mengancam eksistensi manusia atau justru menjadi seumpama angin segar, yakni mitra yang membantu manusia mencapai kemajuan yang lebih besar, dengan kata lain mampukah AI menjadi kepanjangan tangan dari manusia?

Opini ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana hubungan harmonis antara AI dan kemanusiaan dapat tercapai dan manfaat apa yang bisa diperoleh dari peranan AI dalam kehidupan manusia.

Advertisements

Potensi Positif AI

AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Dalam bidang kesehatan, umpamanya. AI telah digunakan untuk mendiagnosis penyakit dengan akurasi tinggi dan membantu dalam pengembangan obat baru.

Menurut sebuah studi oleh Topol (2019), AI dapat mendeteksi penyakit seperti kanker dan penyakit jantung lebih cepat dan dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dokter manusia. Ini tidak hanya mempercepat proses diagnosis tetapi juga meningkatkan peluang kesembuhan pasien.

Tentunya fenomena seperti itu tak luput berangkat dari manusianya sendiri yang memaksimalkan potensi kemanfaatan AI untuk kehidupan manusia. Tanpa adanya pemaksimalan dan penggalian lebih dalam mengenai AI dan manfaat dahsyatnya, AI hanyalah produk buatan yang sebagaimana produk lainnya, dapat usang dan dilupakan.

Namun karena manusia ikut turut serta mengupayakan AI untuk membantu meringankan pekerjaan manusia, pada akhirnya AI berperan penting dalam menopang aktifitas keseharian manusia.

Selain itu, AI juga berperan dalam memajukan pendidikan. Melalui platform pembelajaran adaptif, AI dapat menyediakan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu, membantu siswa belajar dengan cara yang paling efektif bagi mereka.

Penelitian oleh Luckin et al. (2016) menunjukkan bahwa AI dalam pendidikan dapat membantu mengidentifikasi kelemahan siswa dan memberikan umpan balik yang tepat waktu untuk meningkatkan pemahaman mereka.

Bahkan di dunia pendidikan sekalipun. Kecerdasan buatan bisa masuk berpartisipasi meringankan tugas-tugas guru maupun tenaga pendidik. Terlebih di era seperti ini, era digital, para guru dihadapkan pada berbagai tantangan yang mempengaruhi peran dan tugas mereka (Kamila dkk, 2022).

Salah satu dari sekian banyaknya tantangan seorang guru adalah memfilter limpahan informasi, wawasan, dan pengetahuan yang jika diterima semuanya justru akan menghambat proses transfer ilmu dari pendidik kepada peserta didik.

Dengan adanya akses mudah ke sumber daya digital dan konten pembelajaran online, guru mendapat stimulan tambahan dalam menyaring, mengevaluasi, merumuskan materi, metode serta teknik pembelajaran, dan menggunakan informasi secara efektif untuk mendukung proses pembelajaran siswa.

Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, kita dapat melihatnya sebagai mitra dalam mencapai tujuan kemanusiaan. Dalam bidang kesehatan, AI dapat membantu dokter dan perawat memberikan perawatan yang lebih baik. Dalam pendidikan, AI dapat membantu guru memberikan pembelajaran yang lebih efektif. Dalam pekerjaan, AI dapat mengambil alih tugas-tugas rutin, memungkinkan manusia untuk fokus pada pekerjaan yang lebih kreatif dan bermakna.

Seperti yang dikemukakan oleh Brynjolfsson dan McAfee (2014), AI dapat menjadi kekuatan yang memberdayakan manusia, bukan menggantikannya. Dengan mengadopsi pandangan ini, kita dapat membangun hubungan yang lebih harmonis antara AI dan kemanusiaan.

Kekhawatiran dan Jalan Keluar

Meskipun memiliki banyak potensi positif, AI juga menimbulkan berbagai tantangan dan kekhawatiran. Salah satu isu utama adalah masalah etika dan privasi. AI yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data pribadi dapat disalahgunakan jika tidak ada regulasi yang ketat. Penelitian oleh Binns (2018) menggarisbawahi perlunya kebijakan privasi yang kuat untuk melindungi data pribadi dari penyalahgunaan.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa AI dapat menggantikan pekerjaan manusia, menyebabkan pengangguran massal. Sebuah laporan dari McKinsey Global Institute (2017) memperkirakan bahwa hingga 375 juta pekerja di seluruh dunia mungkin perlu beralih ke jenis pekerjaan baru pada tahun 2030 karena otomatisasi dan AI. Ini menunjukkan perlunya program pelatihan ulang dan pendidikan yang dapat membantu pekerja beradaptasi dengan perubahan teknologi.

Pendidikan memainkan peran kunci dalam menciptakan hubungan harmonis antara AI dan kemanusiaan. Dengan memahami cara kerja AI dan potensinya, masyarakat dapat lebih siap untuk menghadapi perubahan yang ditimbulkan oleh teknologi ini. Program pendidikan yang mencakup literasi digital dan pemahaman dasar tentang AI harus diperkenalkan sejak dini di sekolah-sekolah. Karena pada akhrinya, mau tidak mau, semakin dewasa kita, teknologi akan menjadi kebutuhan yang menunjang keseharian manusia.

Menurut sebuah studi oleh Holmes et al. (2019), memperkenalkan konsep AI dalam kurikulum pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan kritis yang diperlukan untuk berinteraksi dengan teknologi di masa depan. Ini akan membantu generasi mendatang untuk lebih siap menghadapi tantangan yang dibawa oleh AI dan memanfaatkan peluang yang ditawarkan.

Mungkin sebelum kita memperdalami AI secara mendetail, yang kita tahunya hanyalah seputar kemudahan dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah mnaupun pekerjaan. Akan tetapi, bisa jadi setelah kita belajar tentang AI berikut potensi-potensi positifnya, ternyata AI itu meawarkan kemudahan yang lebih dari apa yang kita pikirkan sebelumnya.

Kesimpulan

Hubungan harmonis antara AI dan kemanusiaan adalah mungkin jika kita mampu mengelola tantangan yang ada dan memanfaatkan potensi positif AI. Dengan pendekatan yang etis dan bijaksana, serta melalui pendidikan yang memadai, kita dapat memastikan bahwa AI menjadi mitra yang membantu kita mencapai kemajuan yang lebih besar. AI dan kemanusiaan tidak harus berada dalam konflik; sebaliknya, mereka dapat bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.

Dengan demikian, keberadaannya AI tak lain adalah angin segar bagi umat manusia untuk membantu pekerjaan-pekerjaan yang terasa berat dan membebankan.

Dengan kata lain, adanya AI menjadikan kita bisa berbagi beban pekerjaan dengannya. Sehingga pekerjaan yang kita lakukan tidak terlalu berat dan memungkinkan kita segera beralih ke pekerjaan lain yang lebih kreatif. Memang betul, setiap perkara pasti ada nilai positif dan negatifnya masing-masing. Tapi dalam hal ini, saya sendiri lebih cenderung kepada nilai positif AI itu sendiri dan segenap manfaatnya.

Referensi:

Topol, E. (2019). Deep Medicine: How Artificial Intelligence Can Make Healthcare Human Again. Basic Books.

Luckin, R., Holmes, W., Griffiths, M., & Forcier, L. B. (2016). Intelligence Unleashed: An argument for AI in Education. Pearson.

Binns, R. (2018). Fairness in Machine Learning: Lessons from Political Philosophy. Proceedings of the 2018 Conference on Fairness, Accountability, and Transparency.

McKinsey Global Institute. (2017). Jobs Lost, Jobs Gained: Workforce Transitions in a Time of Automation.

Holmes, W., Bialik, M., Fadel, C. (2019). Artificial Intelligence in Education: Promises and Implications for Teaching and Learning. Center for Curriculum Redesign.

Brynjolfsson, E., & McAfee, A. (2014). The Second Machine Age: Work, Progress, and Prosperity in a Time of Brilliant Technologies. W. W. Norton & Company.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan