Dalam beberapa hari terakhir, berita-berita di media massa menunjukkan berbagai macam bencana yang melanda berbagai tempat di Indonesia. Mulai dari banjir di Kepulauan Bangka Belitung, Aceh, Jember, Indramayu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, dan beberapa tempat lainnya; tanah longsor di Batam, Cianjur, Manado, Sumedang; serta bencana gunung meletus dan gempa bumi di beberapa tempat lain.
Tentu saja kerugiannya tidak hanya nyawa, tetapi juga harta benda. Berbagai bantuan dari pemerintah, lembaga, masyarakat luas yang dihimpun baik pribadi maupun kolektif mulai didistribusikan. Terlepas dari keprihatinan terhadap para korban bencana itu, sebetulnya ada hal yang cukup urgen untuk segera dipikirkan solusinya, yaitu berkenaan dengan kerusakan lingkungan.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa bencana-bencana yang terjadi, selain bahwa bencana itu memang sudah takdir, tetapi juga sedikit banyak disebabkan oleh kerusakan lingkungan karena ulah manusia. Deforestasi dan eksploitasi alam menyebabkan ruang-ruang hijau semakin terdesak. Belum lagi persoalan polusi dan tata kelola ruang yang buruk.
Sebuah riset berjudul Underestimating the Challenges of Avoiding a Ghastly Future, terbit pada 13 Januari 2021 di Frontiers in Conservation Science (https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fcosc.2020.615419/full) yang melibatkan 17 akademisi dan mengulas kurang lebih 150-an kajian akademik menyebutkan, bahwa kondisi kehidupan bumi ini jauh lebih mengerikan dibanding yang selama ini kita pikir kita tahu atau pahami.
Kondisi tersebut meliputi krisis biodiversitas, kepunahan masal, disrupsi iklim, dan toksifikasi. Masalah-masalah tersebut berkaitan erat dengan konsumsi manusia dan pertumbuhan populasi yang diprediksi akan semakin memburuk dalam beberapa tahun ke depan. Populasi manusia yang terus meningkat juga berarti semakin berkurangnya ketahanan pangan, rusaknya tanah, meningkatnya sampah plastik, dan menurunnya biodiversitas.
Bencana alam yang terjadi belakangan, termasuk persoalan polusi, krisis iklim, dan krisis biodiversitas sebetulnya sudah diingatkan oleh para ilmuwan sejak bertahun lalu. Krisis ekologis global yang menimpa seluruh penjuru dunia menjadi sesuatu yang nyaris mustahil dibalikkan dalam waktu singkat. Hampir setiap hari, kita tidak lagi bisa menghirup udara sehat karena polusi sudah menyebar ke mana-mana. Belum lagi cuaca ekstrem yang berakibat pada menurunnya imunitas tubuh. Bencana dan krisis ini akan semakin memburuk jika manusia tidak segera bergerak menanggulangi penyebabnya.