Dalam dunia pondok pesantren, fenomena ngalap barokah dari kiai bukan sesuatau hal yang aneh lagi. Karena, para santri selalu mengaharapkan berkah dan rida seorang kiai atau guru. Ketika kiai atau guru itu meridai muridnya, maka kelak murid itu akan menjadi orang alim dan sukses hidupnya.
Bentuk-bentuk ngalap barokah dari kiai atau guru pun beraneka macam. Ada yang dengan mencium telapak tangan kiai bolak-balik. Ada juga yang membalikkan atau memperbaiki posisi sandal kiai. Atau mencucikan sepeda motor atau mobil kiai, meminum minuman sisa kiai atau mengisap puntung rokok bekas kiai. Bila kiai atau guru sudah sepuh, para santri akan menggandeng atau menuntnnya. Semua itu merupakan bentuk ikhtiar para santri terhadap kiai agar memperoleh berkah.
Berkah atau barokah sebenarnya memiliki makna nikmat atau langgengnya kebaikan. Kadang juga ditafsirkan sebagai bertambahnya kebaikan dalam hidup atau ziyadatul khoir wa ba’dal khoir. Dalam istilah Arabnya, yaitu mubarak atau tabaruk. Maka istilah tabarukan di lingkungan pesantren sudah tidak asing lagi. Tapi keberkahan dapat dicari di majlis-majlis ilmu tidak harus di pesantren.
Pada kesempatan kali ini kita akan mengulas tentang salah satu bentuk ngalap barokah seperti yang sudah di jelaskan di atas, yaitu soal membalikkan atau memperbaiki posisi sandal guru. Mungkin membalikkan sandal guru oleh sebagaian orang dianggap hal yang sepele, namun siapa sangka bahwa perbuatan semacam ini akan mendatangkan keberkahan dalam hidup.
Mereka melakukan ini tentu saja ada dasarnya. Ada suatu redaksi kutubut turats yang mengatakan:
التبرك بالنعلين من الوي افضل منه بغير هما لأنهما يحملان الجثة كلها (الفوائد المحتاره : ٥٧٠)
Kurang lebih artinya “mengalap barokah melalui sandal seorang wali atau orang yang memiliki derajat tinggi dihadapan Allah itu lebih utama. Karena sandal yang digunakan tersebut dipergunakan membawa jasad seutuhnya.” (Fawaid Al Mukhtaroh: 570).
Kisah lelaku menata sandal kiai ini pernah terjadi pada dua ulama besar Indonesia, masing-masing dari mereka mendirikan ormas terbesar di Indonesia, yaitu KH Ahmad Dahlan, pendiri ormas Muhammadiyah dan KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama. Mereka berdua waktu nyantri di tempat Kiai Sholeh Darat Semarang selalu berebut untuk menata sandal Kiai Sholeh Darat. Melihat perbuatan kedua santrinya tersebut. Kedua santri ini akhirnya memperoleh tempat istimewa di mata Kiai Sholeh Darat.