Berkah Membalik Sandal Kiai

798 views

Dalam dunia pondok pesantren, fenomena ngalap barokah dari kiai bukan sesuatau hal yang aneh lagi. Karena, para santri selalu mengaharapkan berkah dan rida seorang kiai atau guru. Ketika kiai atau guru itu meridai muridnya, maka kelak murid itu akan menjadi orang alim dan sukses hidupnya.

Bentuk-bentuk ngalap barokah dari kiai atau guru pun beraneka macam. Ada yang dengan mencium telapak tangan kiai bolak-balik. Ada juga yang membalikkan atau memperbaiki posisi sandal kiai. Atau mencucikan sepeda motor atau mobil kiai, meminum minuman sisa kiai atau mengisap puntung rokok bekas kiai. Bila kiai atau guru sudah sepuh, para santri akan menggandeng atau menuntnnya. Semua itu merupakan bentuk ikhtiar para santri terhadap kiai agar memperoleh berkah.

Advertisements

Berkah atau barokah sebenarnya memiliki makna nikmat atau langgengnya kebaikan. Kadang juga ditafsirkan sebagai bertambahnya kebaikan dalam hidup atau ziyadatul khoir wa ba’dal khoir. Dalam istilah Arabnya, yaitu mubarak atau tabaruk. Maka istilah tabarukan di lingkungan pesantren sudah tidak asing lagi. Tapi keberkahan dapat dicari di majlis-majlis ilmu tidak harus di pesantren.

Pada kesempatan kali ini kita akan mengulas tentang salah satu bentuk ngalap barokah seperti yang sudah di jelaskan di atas, yaitu soal membalikkan atau memperbaiki posisi sandal guru. Mungkin membalikkan sandal guru oleh sebagaian orang dianggap hal yang sepele, namun siapa sangka bahwa perbuatan semacam ini akan mendatangkan keberkahan dalam hidup.

Mereka melakukan ini tentu saja ada dasarnya. Ada suatu redaksi kutubut turats yang mengatakan:
التبرك بالنعلين من الوي افضل منه بغير هما لأنهما يحملان الجثة كلها (الفوائد المحتاره : ٥٧٠)
Kurang lebih artinya “mengalap barokah melalui sandal seorang wali atau orang yang memiliki derajat tinggi dihadapan Allah itu lebih utama. Karena sandal yang digunakan tersebut dipergunakan membawa jasad seutuhnya.” (Fawaid Al Mukhtaroh: 570).

Kisah lelaku menata sandal kiai ini pernah terjadi pada dua ulama besar Indonesia, masing-masing dari mereka mendirikan ormas terbesar di Indonesia, yaitu KH Ahmad Dahlan, pendiri ormas Muhammadiyah dan KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama. Mereka berdua waktu nyantri di tempat Kiai Sholeh Darat Semarang selalu berebut untuk menata sandal Kiai Sholeh Darat. Melihat perbuatan kedua santrinya tersebut. Kedua santri ini akhirnya memperoleh tempat istimewa di mata Kiai Sholeh Darat.

Kebiasaan santri menata sandal gurunya ini mungkin terlihat sepele. Namun siapa sangka bahwa perbuatan ini pernah terjadi pada zaman Rasulullah. Ceritanya, ada seorang bocah namanya Salman, mungkin usianya masih belasan tahun. Dia selalu datang ke masjid ketika Rasulullah belum tiba di sana. Setelah Rasulullah tiba, dia dengan segera membalikkan dan merapikan sandal Rasulullah.

Perbuatan itu dikalukannya setiap hari sehingga membuat Rasulullah menjadi penasaran siapa sebetulnya yang selalu membalikkan sandalnya. Untuk mengetahui siapa gerangan yang membalik sandalnya, Rasulullah sengaja bersembuyi untuk mengetahui siapa yang selalu merapikan dan membalik sandalnya.

Saat itu Rasulullah mendapati seorang anak kecil berusia belasan tahun yang tidak lain adalah Salman. Mengetahui hal itu, Rasulullah berdoa memohon kepada Allah agar Salman dijadikan orang alim dan ahli fikih. Singkat cerita, setelah Salman dewasa dia benar-benar menjadi orang alim dan seorang fuqaha atau ahli fikih.

Kisah inilah yang menjadi dasar bagi para santri untuk tabaruk pada kiai. Mungkin kisah Salman ini sudah populer di kalangan santri.

Saya sendiri waktu nyatri di Pesantren Abdul Aziz Wonokromo, Bantul, juga sering melakukan tabarukan kepada kiai sebagaiman para santri di pesantren lain. Saya selalu membalikan sandal kiai sehabis ngaji, cium tangan bolak-balik, minum air sisa kiai.

Dan apa yang saya lakukan ini benar-benar saya rasakan hasilnya kini; bahwa keberkahan itu memang benar-benar ada. Salah satu hal yang saya rasakan, yaitu saya sekarang lebih mudah menangkap ilmu atau penjelasan guru dari pada sebelumnya. Ketika saya belum mondok, untuk memahami mata pelajaran benar-benar susah bahkan saya sendiri hampir frustrasi karenanya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan