Lewat gawai, seseorang mengirim pesan pada seseorang: “Lagi di rumah? Aku mau ke situ.” Lalu saat dibalas, “Ya. Ada perlu apa?” ia menjawab: “Ingin ngobrol. Kalau cuma ngobrol, demikian pesan yang ia baca selanjutnya, “bukankah bisa lewat hape? “Memang,” jawabnya, “tapi ketemu lebih gayeng.”
Tak lama kemudian di layar gawai terbaca: “Dolanlah.” Ia keluar dari rumah. Namun sesampainya—seusai temannya itu menyuguhkan segelas kopi—, tampaknya ia langsung melupakan maksud kedatangannya. Ia lebih asyik mengelus-elus sembari terus-menerus memandangi layar gawainya. Untunglah, temannya itu pun melakukan hal yang sama.
Sementara itu, seekor kodok yang tengah berburu nyamuk di rumah itu tampak tertegun. Bukan karena melihat polah mereka, melainkan memikirkan kejadian sore tadi, tepatnya di pekarangan depan rumah itu—tempat beberapa kodok bersarang.
Karena ada seekor kodok lansia yang tak lagi mampu mencari nafkah, ia mengusulkan pada teman-teman sesama kodok agar masing-masing mereka memberi seekor nyamuk untuk kodok tersebut. Namun, dengan alasan sedang musim kemarau—yang mana hanya ada sedikit nyamuk—, kompak mereka menolak usulnya. Kendatipun kemudian ia mengingatkan mereka akan kebaikan-kebaikan kodok itu di masa lalu, seperti saat mereka masih kanak-kanak, kodok itu kadang memberi mereka beberapa ekor nyamuk, mereka tetap tidak mau.
Kendatipun demikian, terdorong rasa iba terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ia bertekad menolongnya seekor diri—dengan cara membagi separo hasil buruannya.
Maka inilah yang ia lakukan. Sejak tadi nyamuk-nyamuk yang berhasil ia tangkap dengan lidahnya, tidak langsung ia makan, melainkan ia kumpulkan di lantai. Hal ini barang tentu menjadikan beberapa nyamuk yang berseliweran di rumah itu—yang sesekali menyesap darah dua orang yang duduk berhadapan-hadapan tanpa saling berucap itu—heran.
Kemudian, karena tidak tahan lagi dirongrong penasaran, seekor nyamuk terbang mendekati kodok itu. Ketika menangkap geliat si kodok bakal menyambarnya, buru-buru nyamuk itu bertanya, “Wahai kodok, kenapa sampean tidak memakannya? Apa sampean sudah tidak doyan nyamuk? Jika iya, kenapa sampean tetap memburu kami, menjadikan teman-teman kami itu mati sia-sia?”