Sewaktu saya mondok dulu, di Pesantren Annuqayah Sumenep, Madura, saya punya sahabat karib, sebut saja namanya Syafi’i dan Halim. Kami akrab karena punya kesamaan. Sama-sama mondok di wilayah yang sama (daerah Lubangsa Raya), sama dalam satu kelas, dan seringkali diskusi pelajaran bersama. Karena keseringan dalam muthalaah bersama, kami seringkali bersama-sama, hingga makan pun tidak jarang kami berbarengan.
Suatu ketika, saya, Syafi’i, dan Halim merasakan lapar setelah jam belajar. Di pondok kami jam belajar dimulai sejak selesai salat isya hingga jam sembilan malam. Setelah itu, para santri bebas beraktivitas, seperti memasak (kami dulu memasak sendiri), mengerjakan tugas sekolah, atau kalau ingin melanjutkan muthalaah juga tidak apa-apa. Kami bertiga hanya duduk-duduk di teras pondok, setelah sebelumnya lelah berdiskusi tentang pelajaran besok di sekolah.
“Kok perut terasa lapar ya?” Halim berbicara entah kepada siapa.
“Mau masak tah?” Aku menimpali tak acuh.
“Masak nasi uduk yuk,” Syafi’i usul. Saya sendiri tidak paham apa nasi uduk itu. Tetapi saya pastikan bahwa itu makanan yang tidak berbahaya. Masakan yang pastinya mengenyangkan. Di pondok dulu, makan itu tidak harus bergizi. Dengan kata lain, tidak pernah terpikirkan gizi dari menu masakan yang kami makan. Yang penting kenyang dan tidak kelaparan. Itu saja.
Singkat cerita, kami pun setuju. Syafi’i mengajak saya ke entah. “Ikut aku saja,” katanya pada saat itu. Saya pun turut bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Sampailah di halaman madrasah, MTs I Annuqayah. Kemudian, Syafi’i mengambil sebuah kelapa yang ada di sana. Beberapa butir kelapa berserakan seakan tidak ada yang punya. Di halaman madrasah ada pohon kelapa dan buahnya seringkali ditinggal di bawahnya. Maka, tidak heran jika oleh santri yang sedang menuju kelas, kelapa itu ditendang ke sana ke mari. Jadi, kelihatannya buah kelapa itu tidak ada pemiliknya. Padahal sebenarnya ada, hanya kami tidak tahu siapa pemilik pohon kelapa tersebut.
Ternyata juga pernah nakal Pak Rusdi. 🤭
Aiii…. Saya diajak saat itu Mas Sigit, ya itu tadi, kok mau ya? Tapi info terakhir dr teman saya, Syafi’i dan Halim bahwa itu sudah di-acc sama yg punya. Mereka ternyata kenal dengan pemilik pohon kelapa, anaknya masih sekelas juga dengan kami. Alhamdulilah….