BUJUK LANCENG
Dari angkara murka meniti ke kelopak mata
Bayang-bayang berjalan dengan kaki sebelah
Pada tikungan begitu tajam menuju utara
Dari bawah samudera, ke langit Mahabarata
Risau masih menyisakan kisah pada paruh Burung Gagak
Ketika melihat wajah matahari sudi tenggelam dari singgasana paling tinggi
Maka laknat yang mana lagi mesti kau tuju
Semenjak simfoni ludruk kian memilin tanju
Kini deru jalanan mulai lengang tanpa salam
Berkat serpihan huruf yang muntah di bibirnya
Di setiap persimpangan waktu
Yang selalu menjejakkan telapak rindu.
Pamekasan, 01/04.
SORE INI, HUJAN DATANG BERKALI-KALI
Yang engkau lontarkan sebelum hujan
Untuk merayakan dahaga dedaunan
Agar mengalir ke hilir jalan
Dingin mencoba meraba
Antara degup takbir sebelum mualik
Yang mulai ramai dari tabuhan rintik-rintik
Adalah janjimu kian menukik
Barangkali tempias di matamu
Sudi merajut senja yang sudah kelabu
Dari percakapan sore yang panjang
Sehingga kita sama-sama hilang di peluk pandang.
.Jalmak, 01/04.
MENYULAM MIMPI DINI HARI
Seperti pucat angin fajar
Mengibaskan resah rindu mawar
Terhadap kesetiaan yang mulai berserakan
Dari sebagian mimpi-mimpi berkeliaran
Tapi sebagian mimpi yang lain
Masih sudi berdansa dengan bayang-bayang lilin
Sehingga dia lupa gelap yang panjang
Akan menggulung segala kenangan
Menggenang di setiap bekas pelukan
Maka lembut tubuhnya sudi tersulam
Untuk menyelimuti perasaan di ruh malam
Menjelma pertemuan terang dan remang
Sampai kertap mualik mengakhirkan jalan kesunyian.
Jalmak, 01/04.
DUDUK DI BAWAH HUJAN
Seperti sungai yang mengalir di rekah dadaku
Pada tanggal tua Hari Minggu
Adalah hujan dari camar-camar dirundung kecewa
Kepada rintiknya yang berhenti bernada
Ia hanya duduk disaksikan kuyup daun kering